Kisah Mukjizat
Melafal Amituofo
Ibunda melafal
Amituofo, anak terlepas dari petaka
Di Asosiasi Lotus Taichung ada seorang sahabat
Dharma yang bernama Li Shui-jin merupakan seorang umat Buddha yang sangat
tulus. Keluarganya tinggal di Jalan Nanjing, bukan hanya keluarga Buddhis,
bahkan juga telah menyelamatkan keluarga ibundanya, di atas gunung di dusun
Mingxiu kota Shalu, Taichung; delapan tahun yang lalu di bulan 9 lunar hari
ke-8, mulai mengajak dan mengumpulkan para penceramah Asosiasi Lotus untuk
berkunjung dan berkeliling ke berbagai tempat memberi ceramah Dharma, menasehati
orang agar melafal Amituofo; di rumah Upasika Li Shui-jin ada sebuah cetya yang
memuja rupang Tiga Suciwan Alam Sukhavati, dinamakan sebagai “Cetya Keyakinan”,
bahkan menjadikan setiap tahun bulan 9 hari ke-8 sebagai hari peringatan, umat
yang tinggal di sekitar setiap tiba hari peringatan, akan membawa dupa, bunga
dan buah, berdatangan ke Cetya Keyakinan, bernamaskara pada Buddha dan
mendengar ceramah Dharma.
Pada tahun 1963, saya diundang untuk memberi
ceramah Dharma di sana, hari itu kebetulan ada seorang Oma dan putranya datang
ke cetya dengan membawa bingkai cermin yang besar, wajah keduanya dipenuhi
senyuman, melakukan namaskara pada Buddha, melihat hal ini saya merasa agak
heran, lalu bertanya pada Oma : “Kalian tampak begitu taat dan tulus melakukan
namaskara pada Buddha, bolehkah saya tahu jalinan jodohnya?” Oma menjawab :
“Saya datang untuk berterimakasih pada Buddha dan Bodhisattva”, saya
mempersilahkannya duduk di salah satu sudut ruangan, kemudian dengan perlahan
dia menceritakan kisahnya sehingga meyakini Buddha.
Oma mengisahkan : “Pertengahan bulan lalu, suatu
malam saya bermimpi gigiku tanggal semuanya, keesokan paginya, terpikir ini
adalah tanda yang tidak baik, lalu saya memberitahukan tentang mimpi ini kepada
Upasika Li Shui-jin, dia mengajariku berlutut di hadapan rupang Buddha dan
menfokuskan pikiran melafal Amituofo, dengan tulus memohon perlindungan pada
Buddha agar sekeluarga berada dalam kondisi selamat, petaka menjadi
kesejahteraan, masalah besar jadi kecil, masalah kecil jadi nihil”.
Oma diam sejenak lalu melanjutkan lagi : “Putra
sulungku bernama A Cheng, di wilayah pegunungan yang dalam, bekerja sebagai
buruh pabrik pembuatan arang; hari itu kebetulan dia sedang menyalakan api untuk
membakar kayu, tiba-tiba di telinganya ada suara yang memanggilnya:“A Cheng,
pulanglah!....”, dia melihat ke kanan dan kiri, tapi tidak ada orang lain,
bagaimana ada suara yang memanggilnya? Kemudian dia lari keluar dari gubuk,
juga tidak melihat ada orang yang memanggilnya, namun saat dia masuk kembali ke
gubuk, lagi-lagi telinganya mendengar suara “A Cheng pulanglah!....”, pada saat
ini A Cheng merasa sungguh heran, mendadak terpikir apakah telah terjadi
sesuatu pada ibundanya di rumah yang sudah berusia lebih dari 70 tahun, maka
itu dia segera minta cuti pada atasannya dan menyiapkan kopernya memutuskan
pulang ke rumah untuk melihat sejenak, ketika bahu A Cheng memikul kopernya
beranjak meninggalkan gubuk pembakaran kayu, sekitar seratus langkah lebih,
tiba-tiba terdengar suara keras, begitu dia memalingkan kepalanya, tampak gubuk
pembakaran kayu ambruk ke tanah. A Cheng menghela nafas panjang, beruntung dia
terhindar dari petaka maut tersebut. Kemudian dia segera menempuh perjalanan
pulang ke rumah.
Jalanan yang ditempuh adalah jalanan pergunungan, setelah
jauh berjalan akhirnya dia tiba di sebuah anak sungai, anak sungai ini tidak memiliki
jembatan, sebagai alat transportasi penyeberangan, penduduk membuat rakit bambu
yang ditarik dengan tali. Penumpangnya duduk di atas rakit bambu, di kedua tepi
sungai ada dua orang yang bertugas menarik rakit.
A Cheng yang ingin menyeberangi sungai juga harus
demikian, duduk di atas rakit bambu, kopernya ditaruh di sampingnya, ketika
rakit ditarik hingga pertengahan anak sungai, mendadak talinya putus, koper
beserta penumpangnya sekalian jatuh ke dalam sungai dan terbawa arus, karena
arus sungai yang sangat deras, kedua petugas yang berada di tepi sungai juga
tidak mampu berbuat apa-apa, hanya berteriak dan merasa kasihan saja!
A Cheng yang terbawa arus menyadari bahwa ajalnya
akan segera berakhir, namun setelah sesaat terbawa arus, keajaiban terjadi! Ketika
dia sedang menggelepar terbawa arus, saat mendekati detik antara hidup dan
mati, tiba-tiba dia melihat ada sekelompok tumbuhan air, seketika itu juga dia
menggunakan tangan kanannya untuk menangkap tumbuhan air tersebut, kemudian dia
memutar badannya, berenang hingga ke tepian, sedangkan kopernya telah hilang
dibawa arus, lalu pulang ke rumah dengan selamat”.
Ini adalah kisah nyata yang diceritakan oleh
seorang Oma, karena ibunda melafal Amituofo, sehingga putranya terhindar dari
malapetaka, terlepas dari dua kecelakaan maut yang hampir merenggut nyawanya.
Penulis :
Upasika Lin Kan-zhi
念佛感應見聞記
老母念佛兒消災厄
台中蓮社金剛班班長李水錦蓮友是一位發菩薩心最虔誠的佛弟子。他家住在市內南京路卅一號,不但佛化家庭,並且還度化了她自己的母家,她母家住在沙鹿鎮明秀村的山上;在八年前的九月初八日,開始邀約蓮社弘法人員到該地宣講正法,勸人念佛;他家中供奉西方三聖像,命名曰「信義堂」,而且還將每年的九月初八日,定為紀念日,附近信者,每逢是日,都備辦香花果品來信義堂拜佛聞法。民國五十二年九月初八日,學人被邀前去,以講佛法結緣,這天有一位老阿婆與一男子手裡捧著一個大鏡框來到信義堂,二人滿面堆著笑容,在佛前五體投地,恭恭敬敬的磕了三個頭,我見了不免好奇,就上前問她:「妳們如此虔誠信佛禮拜,不知是何因緣﹖」這時阿婆立刻回答我說:「我是來答謝佛菩薩加庇的」,我替她找了個座兒,於是她慢慢的道出了下面一段信佛的因緣。
她說:「前月中旬,有一夜我做了一個夢,夢見我自己的牙齒全掉落了,天明起來,想想這是最不吉祥的預兆,我就將此不祥的夢境告訴了錦姊弟婦,她教我跪在佛前一心念佛,虔求佛祖,保佑一家平安,逢凶化吉,大事化小,小事化無。」
阿婆一口氣說出了這段前因,停了一停,又繼續說道:「我有一個長子名阿城在中部的深山做燒木炭的工人;那天早上正在起火燒柴工作中,耳邊忽聞有人在叫喚:『阿城回來喲!..』他回顧左右並無他人,何以有聲喊叫﹖又跑出屋外觀看,亦不見有人叫,但當他走入屋中時,耳邊又是『阿城回來喲!..』的聲音叫喊起來,此時阿城感覺到很詫異,連想到家中七十多歲的老母,是不是發生了什麼意外,立刻就向主人請了假,整理行裝堅決要回家一看,當阿城肩挑棉被衣服,離開燒炭的那間屋,大約一百多步的時候,忽然「澎」的一聲巨響,回頭一看,正是他那間燒炭的房屋倒塌了下去。阿城那時候倒喘了一口氣,慶幸著自己脫免了一場要被壓死的災難。心中很是安慰,事後他依然肩挑行李踏上歸途。
一路上都是山路,阿城越過了幾重山頭,還要通過一條大溪,此溪沒有橋,是用一種繩索做的竹籃當做兩岸的交通工具,人坐在竹籃中,兩邊岸上都有人為乘客用繩索拉過來,又拉過去。阿城要過此溪亦不例外,坐在竹籃中,棉被等都放在身邊,當被拉到溪中的時候,忽然間繩索斷了,行李與人同時墮落在溪中,隨水流去,因為數丈深溪水流的很急,兩岸上的人皆束手無策。只有喊聲可憐而已!阿城掉入溪中自己亦想諒已無命,但被水漂流了一段,奇跡卻又發生了!他正在水中掙扎,千鈞一髮之際,忽在溪中發現一堆水草,右手即時拉住水草,將身一轉,竟立在水中,然後爬起上岸,當然行李等已被水流去,孑然一身,竟然平安無事地回到了家中」。以上就是這位老太太所說的這樣一個不可思議的,因老母一心念佛,而感應兒子消災化厄,脫離了二重險難的事實。
林看治老居士著