Selasa, 12 Mei 2020

45 Kisah Putra Mahkota Nengshi Mencari Mutiara



Kisah Putra Mahkota Nengshi Mencari Mutiara
 

 

1.
Pada zaman dahulu kala, Buddha Sakyamuni pada masa kelahiran lampau-Nya pernah terlahir sebagai Raja Tabib Agung yang mengobati dan menolong manusia dari penderitaan sakit, hanya demi menghapus segala penderitaan penyakit para makhluk. Tetapi penderitaan penyakit para makhluk begitu banyak jenisnya, hal ini menyebabkan Raja Tabib Agung sangat risau dan prihatin, tanpa disadari kerisauan dan keprihatinan ini menumpuk jadi penyakit, akhirnya meninggal dunia, kemudian lahir di istana Surga Trayastrimsa.




 

2.
Meskipun Raja Tabib Agung lahir di istana Surgawi, menikmati berkah tak terhingga, namun melewati berlapis-lapis awan, dia dapat melihat para makhluk di dunia fana masih tetap merana dalam penderitaan tak berujung, maka itu dia melepaskan kehidupan Surgawi, se-kali lagi bertumimbal lahir ke dunia manusia, menjadi Putra Mahkota Istana Naga, putra dari Raja Naga Suo Qie-tuo.




 

3.
Kelahiran Putra Mahkota Naga, disambut dengan meriah dan penuh dengan suasana sukacita. Tetapi Putra Mahkota Naga ini seiring dengan bertambahnya usia, niatnya untuk menyelamatkan dunia kian hari kian menguat.




 

4.
Suatu hari dia melihat seekor raja burung bersayap emas, masuk ke dalam lautan untuk mencari makanan, dia merasa kasihan pada raja burung yang menderita kelaparan tersebut, selain itu dia juga takut rakyatnya yakni para makhluk hidup di lautan menjadi korban, akhirnya dia mengorbankan tubuh jasmaninya sendiri untuk dimakan burung, Putra Mahkota Naga pun menemui ajal.




 

5.
Raja Naga dan Permaisuri Naga sangat berduka, air mata berlinang membasahi wajah, saat itu Putra Mahkota Naga telah bertumimbal lahir di  dunia manusia, menjadi Putra Mahkota sebuah kerajaan besar, bayi ini diberi nama Nengshi. Raja sangat bersukacita menyambut kelahiran putra pertama-nya, rakyat negeri tersebut berduyun-duyun datang memberi selamat.




 

6.
Putra Mahkota yang masih mengenakan popok itu mendadak membuka mulutnya berkata : “Negeri kita memiliki mutiara apa yang bisa didanakan?”

Mendengar bayi yang baru lahir berbicara, dayang-dayang istana ketakutan dan segera mengambil langkah seribu, meninggalkan Permaisuri seorang diri tetap berjaga di sana.




 

7.
Pada saat ini, Putra Mahkota membuka sepasang matanya melihat ke arah Permaisuri dan berkata : “Ibunda, saya bukanlah jelmaan Raksasa yang lahir ke dunia ini, mengapa semua orang jadi ketakutan dan melarikan diri? Pada masa kehidupan lampau saya suka berdana, bersedia menjadi Dermawan Agung seluruh dunia, barulah menanyakan hal begini.”

Mendengar perkataan buah hatinya, Permaisuri memanggil para dayang supaya kembali, lalu mengulangi ucapan putranya tadi kepada mereka, barulah hati mereka jadi tenang.




 

8.
Dalam sekejab mata Putra Mahkota Nengshi telah tumbuh dewasa, dia mengerahkan segenap daya upaya untuk membantu orang-orang yang miskin dan menderita. Tetapi jumlah orang susah di dunia ini tidaklah sedikit, Putra Mahkota kehilangan akal dan frustasi, hatinya sedih dan pilu.  

Dia bertanya pada pengawalnya : “Siapa diantara kalian yang dapat memberitahukan padaku, apa yang harus kulakukan barulah dapat memenuhi dana materi?”

Ada seorang senior menjawab : “Saya pernah mendengar ada sejenis mutiara yang bernama Mutiara Cintamani, yang dapat memunculkan banyak harta benda, yang takkan habis-habisnya diambil dan dipakai”.


 

 

9.
Putra Mahkota Nengshi segera menghadap Ayahbunda-nya lalu berkata : “Ayahanda dan Ibunda, saya ingin menuju ke dasar laut untuk mengambil Mutiara Cintamani yang ada di kepala Raja Naga!”

Mendengar perkataan putranya, Raja dan Permaisuri tercengang hingga wajah pun berubah jadi pucat, buru-buru berkata : “Putraku, jangan main-main, lautan itu luas dan tak bertepi, sewaktu-waktu nyawa pun bisa melayang, kamu jangan coba-coba ke sana ya!”

 


 

10.

Nengshi tetap bersikukuh dan berkata : “Ayahanda dan Ibunda, harta yang disimpan di kas negara kita pasti ada batasnya, sedangkan hatiku yang suka menderma adalah tanpa batas, sekalipun harus naik ke atas langit maupun masuk ke dasar lautan, saya juga harus menemukan Mutiara Cintamani, agar dapat memenuhi segala keinginan manusia di dunia ini, takkan membiarkan seorang pun menderita kemiskinan, mohon agar kalian merestuiku!”





 

11.
Raja dan Permaisuri mengetahui bahwa tidak ada gunanya menghalangi pendirian putranya itu, akhirnya hanya bisa merestui kepergian putranya. Saat itu ada 500 orang saudagar yang berkumpul di pelabuhan, mengikuti Putra Mahkota berangkat bersama-sama.





 

12.
Putra Mahkota Nengshi sepanjang perjalanan bertemu banyak kesulitan, setelah melewati kurun waktu 49 hari, akhirnya mereka tiba di Kota Tujuh Lapis Mutiara.





 

13.
Di kota mutiara tersebut terdapat tujuh lapis selokan besar yang dipenuhi oleh ular berbisa, ada dua ekor naga besar yang menjaga gerbang kota. Naga itu melihat penampilan Putra Mahkota Nengshi tidaklah awam, dalam hatinya memastikan kalau orang yang ada di hadapannya ini bukanlah manusia biasa, pasti merupakan jelmaan Bodhisattva atau insan yang memiliki jasa kebajikan agung, yang datang ke tempat ini, maka itu mempersilahkannya masuk ke istana naga.



 

 

14.
Ibunda naga menggunakan kemampuan gaib mengetahui kedatangan putranya di masa lampau, segera menarik Putra Mahkota Nengshi untuk duduk sambil buru-buru bertanya : “Putraku, kali ini kamu bertumimbal lahir di mana?”

Putra Mahkota Nengshi mengetahui bahwa sosok yang ada di hadapannya adalah ibunda masa lampaunya, lalu menjawab : “Bunda jangan khawatir, kali ini saya lahir menjadi Putra Mahkota di sebuah kerajaan besar, tujuan kedatanganku adalah untuk mengambil Mutiara Cintamani guna membebaskan manusia dari penderitaan”.


 


 

15.
Ibunda naga berkata : “Putraku, seluruh harta karun di istana naga ini, boleh kamu ambil sesuka hati, tetapi Mutiara Cintamani berada di atas kepala Ayahandamu, untuk mendapatkannya adalah hal yang sangat sulit. Saat bertemu Ayahmu nanti kamu harus bilang bahwa tujuan kedatanganmu adalah demi menolong manusia di dunia, dengan demikian barulah bisa memperoleh mutiara tersebut!”




 
 

16.
   
Putra Mahkota Nengshi saat bersua dengan Ayahandanya, menjelaskan maksud kedatangannya adalah untuk mengambil Mutiara Cintamani, Raja Naga berkata : “Saya hanya memiliki sebutir Mutiara Cintamani, yang senantiasa menghiasi puncak kepalaku, saya pikir manusia di Jambudvipa memiliki berkah yang tipis dan miskin hina, sesungguhnya tidak pantas melihat mutiara ini!”






 

17.
Putra Mahkota Nengshi menjawab : “Ayahanda, kedatangan ananda kali ini ke sini adalah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan menantang maut, justru adalah demi manusia di Jambudvipa yang berkahnya tipis dan miskin hina, makanya saya ingin menggunakan Mutiara Cintamani untuk memenuhi segala keinginan mereka, barulah kemudian dengan jalinan jodoh Jalan KeBuddhaan membimbing para makhluk, agar mereka dapat selamanya menjauhi lautan penderitaan!”





 

18.
Setelah mendengar ucapan Putra Mahkota Nengshi, Raja Naga terharu hingga berlinangan air mata, menanggalkan Mutiara Cintamani dari atas kepalanya dan menyerahkannya kepada Putra Mahkota, “Putraku penuh dengan hati Karuna, Dewa di Langit menjadi saksinya, manusia dan malaikat di Bumi menghormatinya. Saya ikhlas menyerahkan Mutiara Cintamani kepada dirimu, guna menolong manusia dari musibah. Tetapi mutiara ini sangat berharga, setelah selesai memakainya harus mengembalikannya kepadaku”.






 

19.
Putra Mahkota Nengshi menjawab : “Ayahanda mengasihi seluruh manusia di dunia, setelah ananda selesai menggunakannya pasti akan datang mengembalikannya.” Begitu perkataannya selesai, Putra Mahkota Nengshi memperoleh pemberkatan dari Mutiara Cintamani, mampu menampilkan kemampuan gaib, terbang ke angkasa, dalam sekejab pulang kembali ke istana kerajaan manusia.

 


 

20.
Raja dan Permaisuri melihat kepulangan Putra Mahkota dengan selamat, sangat bersukacita, bertanya pada Putra Mahkota : “Mutiara apa yang berhasil kamu peroleh?”

Putra Mahkota menjawab : “Saya berhasil mendapatkan Mutiara Cintamani!”
Raja dan Permaisuri : “Di mana?”
Putra Mahkota : “Ada di kantongku.”
Raja dan Permaisuri : “Mengapa bentuknya begitu mungil?”
Putra Mahkota : “Kewibawaan jasa kebajikannya sangatlah besar! Jangan persoalkan bentuknya besar atau kecil.”




 

21.
Kemudian, Putra Mahkota memohon pada Raja untuk menurunkan titah agar semua penduduk negeri membakar dupa, menggantung pataka, bervegetarian dan menjalankan sila, lalu menetapkan sebuah hari untuk memasang mutiara Cintamani di ujung atau kepala tiang yang panjang, guna mendermakan berkah kepada seluruh rakyat.




 

22.
Hari itu, Putra Mahkota Nengshi merapikan dan mengikat rambutnya lalu mengenakan mahkotanya, bersujud di hadapan tiang mutiara, dengan tulus berikrar : “Jika suatu hari kelak saya dapat mencapai KeBuddhaan, dapat menyelamatkan semua makhluk, semoga mutiara ini dapat memunculkan segala jenis benda berharga, memenuhi segala keperluan manusia, tidak ada yang kekurangan!”




 

23.
Usai Putra Mahkota mengikrarkan prasetia-nya, seketika itu juga awan tebal memenuhi angkasa, berbagai jenis benda berharga bagaikan siraman air hujan, melayang jatuh ke dunia, pakaian, makanan minuman, tempat pembaringan, obat-obatan, keperluan hidup manusia, segalanya terpenuhi, bahkan berlangsung hingga Putra Mahkota mangkat, tidak pernah berhenti.




 

24.
Hingga sekarang, sejak awal tidak ada lagi jejak Mutiara Cintamani di dunia ini, bahkan tidak pernah terdengar. Ini dikarenakan para makhluk di zaman berakhirnya Dharma tidak memiliki moralitas dan berkah.

Sesungguhnya, mutiara Cintamani yang sejati tidak pernah meninggalkan dunia ini, yakni sepatah “Namo Amituofo”. Nama Buddha tidak hanya dapat memunculkan segala pahala duniawi, namun yang paling berharga, juga dapat memunculkan segala pahala non duniawi.

Oleh karena sepatah Amituofo mengandung jasa kebajikan dari pelatihan diri Buddha Amitabha selama berkalpa-kalpa, harta Dharma ini takkan habis-habisnya diambil dan digunakan, serupa dengan Mutiara Cintamani, ”Menghancurkan segala kegelapan batin para makhluk, memenuhi segala harapan para makhluk!”

~Maha-prajnaparamita-sastra~

Judul asli :



Kamis, 07 Mei 2020

44 Bhiksu Anonim Melafal Amituofo

Bhiksu Anonim Melafal Amituofo



 

1. Pada akhir masa Dinasti Ming, di distrik Huangzhou, Kota Huanggang, Provinsi Hubei, muncul seorang Bhiksu yang aneh, tiap hari sejak pagi hingga malam melafal Amituofo tanpa henti, bahkan bertemu dengan apa saja, dia akan menyapanya dengan melafal Amituofo.



 

2. Ketika bertemu dengan orang bermarga Zhang, dia akan menyapa “Zhang Amituofo”; ketika bersua dengan orang bermarga Li, dia akan menyapa “Li Amituofo”.



 

3. Saat di jalanan melihat seekor ayam, dia akan menyapa “mulut runcing Amituofo”; ketika melihat harimau di hutan, dia akan menyapa “mulut besar Amituofo”.



 

4. Tidak ada orang yang tahu dari mana asal Bhiksu ini, juga tidak ada orang yang tahu namanya, akhirnya hanya bisa menyebutnya sebagai “Bhiksu Anonim”.



 

5. Suatu hari ada seorang pemburu berhasil menangkap seekor harimau, Bhiksu Anonim setelah mengetahui hal ini, ingin membeli harimau itu buat dilepaskan ke alam bebas, tetapi uangnya tidak cukup.



 

6. Si Pemburu yang melihat gelagat aneh Bhiksu Anonim, lalu sengaja mempersulit dirinya : “Asalkan anda sanggup menjewer telinga harimau sambil berkeliling tiga putaran, saya tidak menghendaki uangmu, anda boleh langsung membawanya pergi”.



 

7. Bhiksu Anonim mendekati telinga si harimau, lalu membisikkan sesuatu, usai itu dia menarik telinga harimau sambil berjalan keliling tiga putaran.



 

8. Si pemburu hanya bisa mengakui kekalahannya, si harimau tidak bersedia pergi meninggalkan Bhiksu Anonim, akhirnya mereka berdua mencari sebuah gua sebagai tempat tinggal.



 

9. Kemudian terjadi pemberontakan petani yang dipimpin oleh Zhang Xian-zhong. Saat itu Zhang Xian-zhong memimpin pasukannya mengepung Huangzhou.



 

10. Saat larut malam, entah dari mana munculnya Bhiksu Anonim mendadak berada di gerbang timur, dia duduk bersila di sana sambil melafal Amituofo dengan suara nyaring.



 

11. Para prajurit  dibangunkan oleh suara lafalannya, karena kesal akhirnya mereka menangkap dan mengikat Bhiksu Anonim lalu dibuang ke bawah tembok gerbang.



 

12. Tetapi tidak lama kemudian, Bhiksu Anonim muncul di gerbang barat, duduk bersila di sana meneruskan melafal Amituofo dengan suara nyaring.



 

13.  Demikianlah berulang-ulang para prajurit mengikat dan membuangnya ke bawah tembok gerbang, akhirnya peristiwa ini sampai ke telinga gubernur militer, dalam hatinya dia tahu telah bersua dengan praktisi sejati, maka itu dia sangat menghormati Bhiksu Anonim.



 

14. Suatu tahun, Huangzhou dilanda bencana kelaparan yang parah, hingga ada kejadian tragis manusia makan manusia.



 

15. Bhiksu Anonim menuju ke luar gerbang, para penduduk yang kelaparan segera mengambil pedang dan mengarahkannya ke leher Bhiksu Anonim, bersiap-siap menyantapnya.



 

16. Bhiksu Anonim berkata : “Tunggu saya melafal Amituofo hingga seribu kali, barulah kalian boleh menyantap dagingku.” Para penduduk terpaksa menyetujuinya, sambil ikut menghitung dan berharap secepatnya bisa mencapai angka seribu.



 

17. Ketika mereka berhitung sampai 300 lafalan, ada orang yang sudah tidak sanggup bersabar lagi, mengangkat pedangnya bersiap-siap menebas Bhiksu Anonim.



 

18. Pada saat itulah, satu rombongan Jenderal dan Prajurit Langit mendadak turun dari angkasa, para penduduk yang kelaparan panik dan ketakutan, segera mengambil langkah seribu, sementara itu Bhiksu Anonim dalam waktu sekejab sudah kembali ke dalam kota dengan selamat.



 

19. Pada permulaan masa Dinasti Qing, entah ada urusan apa, Bhiksu Anonim harus bepergian jauh, melewati sebuah tempat yang bernama Baimeng, lalu singgah dan tinggal di penginapan di tepi Sungai Qinhuai.



 

20. Waktu itu kebetulan adalah Festival Perahu Naga, banyak wisatawan yang mendayung perahu bermain di sana, Bhiksu Anonim melihat seorang murid awam-nya lalu berteriak memanggil : “Qian Amituofo!”



 

21. Muridnya yang bermarga Qian itu, tidak menyangka bisa bertemu dengan Bhiksu Anonim di tempat tersebut, merasa begitu terharu sampai berlinangan air mata, dengan hati setulusnya memohon agar gurunya mengajarkan padanya kunci melatih diri.



 

22. Bhiksu Anonim memberitahukan padanya tujuh aksara  yakni “Segenap hati melafal A-Mi-Tuo-Fo”, usai itu beranjak pergi.



 

23. Sejak itu, tidak ada lagi orang yang pernah melihat kemunculan Bhiksu Anonim, juga tidak ada orang yang tahu ke mana perginya, sama halnya pula, tidak ada orang yang tahu dari mana asalnya.

Judul asli :