Rabu, 01 Juli 2020

PETA SITUS NEGERI TERATAI

  • PETA SITUS NEGERI TERATAI
  • SITEMAP AJARAN SUKHAVATI

  • Ebook
    Cergam Melafal Amituofo
    Ceramah Zhong Maosen
    Cerita Buddhis
    Kisah Mukjizat Melafal Amituofo

    55B Kisah Master Shandao (Bgn 2)

    Kisah Master Shandao
    Bagian 2


     
     

    16.
    Tetapi, isi Sutra tidaklah gampang dipahami oleh orang umum, sementara itu metode pelatihan diri ada 84 ribu banyaknya, harus memulainya dari mana, dan setumpuk persoalan yang melilit di benak para praktisi.




     

    17.
    Ajaran Buddha setelah masuk ke Tiongkok, melewati waktu berabad-abad, sampai pada periode Dinasti Sui dan Dinasti Tang, Mazhab Mahayana berkembang menjadi 8 aliran, menawarkan 8 metode pelatihan diri kepada umat Buddha, salah satu diantaranya adalah Aliran Sukhavati.




     

    18.
    Pintu Dharma Tanah Suci berbeda dengan pintu Dharma lainnya, sejak dulu hingga sekarang sering kali mengundang salah tafsir, beragam pendapat, tidak ada standar yang seragam.




     

    19.
    Dalam situasi begini, Master Shandao setelah pulang ke Vihara Wuzhen, menulis karya berjudul “Guan Jing Si Tie Shu”, yang menjelaskan makna menyeluruh dari tekad agung Buddha Amitabha, memberikan penjelasan terhadap perbedaan pendapat yang berkaitan dengan Pintu Dharma Tanah Suci.




     

    20.
    Setelah itu, Master Shandao selama jangka panjang selain menetap di Vihara Wuzhen yang berada di pinggiran Kota Chang’an, beliau harus sering menuju ke vihara-vihara di dalam Ibu Kota (Chang’an) untuk memberi ceramah.

    Dalam kurun waktu tiga tahun, Kota Chang’an sudah menjadi Kota Veggie, muncullah pepatah “Tiap keluarga memuja Buddha Amitabha dan Bodhisattva Avalokitesvara”, Ajaran Buddha telah melebur dan menyatu ke dalam kehidupan seluruh lapisan masyarakat.




     

    21.
    Master Shandao bukan saja sibuk memberi ceramah di luar, namun terhadap pelatihan diri sendiri, beliau juga sangat disiplin. Setiap kali memasuki Vihara, beliau akan beranjali dengan penuh rasa hormat, melakukan namaskara di hadapan rupang Buddha, dengan segenap hati melafal Amituofo, hingga lelah barulah berhenti.  

    Master Shandao setelah mencapai Samadhi Perenungan Buddha barulah kemudian mencapai Samadhi Pelafalan Amituofo.




     

    22.
    Master Shandao menjalani disiplin sila, takkan melanggarnya sama sekali, tidak pernah melirik pada kaum hawa.




     

    23.
    Meskipun Master Shandao sibuk memberi ceramah, tetapi beliau tetap mencuci pakaian dan mangkok makannya sendiri, tidak pernah minta bantuan orang lain.




     

    24.
    Master Shandao tidak pernah bercengkerama atau bercanda dengan orang lain, tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna, tidak mengerjakan hal-hal yang tidak berguna, menjauhi ketenaran dan keuntungan, ke mana-mana juga berjalan seorang diri, takkan sudi didampingi, untuk menghindari perbincangan selama di perjalanan, sehingga menghalangi kesempatan melafal Amituofo.




     

    25.
    Tak peduli sampai di tempat manapun, asalkan melihat ada bangunan Vihara atau Pagoda yang rusak, Master Shandao akan mengeluarkan uang untuk mengupah orang memperbaikinya.




     

    26.
    Master Shandao memiliki gelar “Bhiksu Bercahaya Cemerlang”, oleh karena setiap kali beliau melafal sepatah Amituofo, dari mulutnya akan muncul seberkas cahaya.

    Kaisar Tang Gaozong setelah mendengar hal ini, menganugerahkan gelar kepada Master Shandao sebagai “Bhiksu Bercahaya Cemerlang”.




     

    27.
    Para Bhiksu dari seluruh pelosok sangat mengagumi sosok Master Shandao, maka itu berduyun-duyun datang belajar dan berguru padanya, skala Vihara Wuzhen tak henti-hentinya bertambah luas, sampai ketika Master Shandao berusia 43 tahun, jumlah anggota Sangha sudah melampaui seribu orang.




     

    28.
    Master Shandao tidak hanya memiliki pengetahuan mendalam tentang Buddha Dharma, namun juga memiliki bakat seni yang luar biasa. Pada tahun 672, ketika Master berusia 60 tahun, Kaisar Tang Gao-zong membangun rupang Buddha di Longmen, Master Shandao bertugas menjadi ketua desainer dan pengawas, sehingga terciptalah Rupang Buddha Gua Longmen yang tersohor hingga sekarang ini.



     

    29.
    Tahun 681, bulan tiga, Master Shandao sedang berada di Vihara Shiji membimbing para seniman melukis keindahan Alam Sukhavati, suatu hari beliau mendesak agar para seniman merampungkan pekerjaan secepat mungkin, menyampaikan pada murid-muridnya bahwa dalam waktu dekat dia akan terlahir ke Alam Sukhavati.




     

    30. Beberapa hari kemudian, diiringi suara lafalan Amituofo orang banyak, Master Shandao meninggal dunia, pulang ke Tanah Suci Sukhavati, usia 69 tahun.

    Setelah Master Shandao wafat, murid-muridnya membangun Vihara yang dinamakan Vihara Xiangji.




     

    31.
    Beberapa dekade kemudian, ada seorang Bhiksu yang bernama Master Shaokang, yang diberi gelar “Penerus Shandao”, pernah berkunjung ke Vihara Guangming di Chang’an, dengan penuh hormat bernamaskara di hadapan lukisan Master Shandao, memohon dapat bersua dengan Master Shandao.

    Ketika melakukan namaskara, dari lukisan Master Shandao muncul jelmaan Buddha yang memancarkan cahaya keemasan, tampil di angkasa. Kejadian mukjizat ini dengan cepat tersebar luas, semua orang mengakui Master Shandao merupakan jelmaan Buddha Amitabha.

    Baca juga :

    Judul asli :





    55A Kisah Master Shandao (Bgn 1)



    Kisah Master Shandao
    Bagian 1

     
     

    1.
    Master Shandao lahir pada tahun 613, di sebuah keluarga bermarga Zhu, penduduk Sizhou, Provinsi Anhui.




     

    2.
    Ketika Master Shandao masih berusia kecil, Kaisar Sui Yang-di (Kaisar kedua dari Dinasti Sui) tiga kali gagal menyerang Dinasti Goryeo (Sekarang adalah Korea), terjadi pergolakan di berbagai wilayah, dalam waktu singkat Dinasti Sui runtuh.




     

    3.
    Pada usia 11 tahun, Master Shandao menyaksikan penderitaan dunia, maka itu memutuskan meninggalkan keduniawian, ditahbiskan oleh Master Mingsheng dari Mizhou, Provinsi Shandong.




     

    4.
    Master Mingsheng adalah praktisi Aliran Sanlun atau Aliran Tiga Sastra, dia sangat menyayangi murid ciliknya ini, memberinya nama Dharma sebagai “Shandao”, membimbing muridnya belajar “Sutra Lotus”, “Vimalakirti Sutra” dan sutra Mazhab Mahayana lainnya.




     

    5.
    Suatu kali secara kebetulan, Master Shandao melihat sebuah lukisan yang menggambarkan kewibawaan Buddha Amitabha dan Alam Sukhavati. Saat itu segenap perhatian Master ditarik oleh lukisan tersebut, seketika itu juga timbul niat terlahir ke Alam Sukhavati.




     

    6.
    Pada usia 20 tahun, Master Shandao mengikuti Upacara Upasampada, menjadi seorang Bhiksu (sebelum usia 20 tahun adalah Sramanera).




     

    7.
    Sejak itu Master Shandao berkelana, berguru dan berdiskusi, guna mencari tahu tentang Ajaran Sukhavati.




     

    8.
    Suatu kali, Master Shandao bersama dengan seorang Bhiksu yang bernama Miao-kai, bersama-sama belajar “Amitayurdhyana Sutra”, mengetahui bahwa melalui cara perenungan terhadap kewibawaan Buddha Amitabha dan Alam Sukhavati, dapat mewujudkan tekad hati terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.




     

    9.
    Karena itu, Master Shandao pada usia 23 tahun datang ke Vihara Wuzhen yang berada di dekat Chang’an (sekarang adalah Xi’an), lingkungan vihara yang tenang dan damai sangat sesuai untuk melatih diri.




     

    10.
    Master Shandao mengikuti metode perenungan yang tertera di dalam “Amitayurdhyana Sutra”, setelah melatihnya selama bertahun-tahun, berhasil mencapai Samadhi Perenungan Buddha, mampu di dalam samadhi yang mendalam berjelajah ke Alam Sukhavati, ibarat melihat benda di depan mata, sangat jelas dan dimengerti.




     

    11.
    Meskipun telah mencapai Samadhi, namun Master Shandao masih belum merasa puas, meneruskan mencari tahu tentang Ajaran Sukhavati. Pada usia 29 tahun, beliau mendengar ada seorang Bhiksu yang bernama Master Daochuo, sedang memberi ceramah “Amitayurdhyana Sutra” di Vihara Xuanzhong di Bingzhou, Provinsi Shanxi, maka itu dia bergegas menuju ke sana.




     

    12.
    Master Daochuo merupakan seorang Bhiksu senior yang melatih metode Tanah suci, sepanjang hayat menceramahkan “Amitayurdhyana Sutra” sebanyak 200 kali pengulangan, menasehati murid-muridnya supaya melafal Amituofo bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.

    Karyanya yang terkenal berjudul “An-le-ji” atau Kumpulan Syair Kedamaian dimana Master Dao Chuo mengutip kalimat-kalimat dari Sutra untuk menasehati praktisi Buddhis supaya melafal Amituofo bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.

    Master Daochuo meneruskan silsilah Dharma dari Nagarjuna, Vasubandhu dan Master Tanluan.




     

    13.
    Master Daochuo yang telah berusia 80 tahun, ketika bersua dengan Master Shandao, sangat bersukacita, mewariskan seluruh pengalamannya kepada Master Shandao.




     

    14.
    Melalui penjelasan dari Master Daochuo, Master Shandao jadi tercerahkan, ternyata untuk terlahir ke Alam Sukhavati tidak harus melalui metode perenungan, tetapi dapat dilakukan dengan melafal Amituofo.

    Bahkan hanya dengan melafal Amituofo dan mengandalkan kekuatan tekad  agung Buddha Amitabha, setiap insan pasti terlahir ke Alam Sukhavati.




     

    15.
    Empat tahun kemudian, Master Daochuo terlahir ke Alam Sukhavati, Master Shandao pulang ke Vihara Wuzhen.

    Pada tahun yang sama, Master Xuanzang, pulang ke Chang’an dari mengambil Sutra dari India, Ajaran Buddha kian hari kian berjaya.