Kisah Putra Mahkota Nengshi Mencari Mutiara
1.
Pada zaman
dahulu kala, Buddha Sakyamuni pada masa kelahiran lampau-Nya pernah terlahir
sebagai Raja Tabib Agung yang mengobati dan menolong manusia dari penderitaan
sakit, hanya demi menghapus segala penderitaan penyakit para makhluk. Tetapi
penderitaan penyakit para makhluk begitu banyak jenisnya, hal ini menyebabkan
Raja Tabib Agung sangat risau dan prihatin, tanpa disadari kerisauan dan
keprihatinan ini menumpuk jadi penyakit, akhirnya meninggal dunia, kemudian
lahir di istana Surga Trayastrimsa.
2.
Meskipun Raja
Tabib Agung lahir di istana Surgawi, menikmati berkah tak terhingga, namun
melewati berlapis-lapis awan, dia dapat melihat para makhluk di dunia fana
masih tetap merana dalam penderitaan tak berujung, maka itu dia melepaskan
kehidupan Surgawi, se-kali lagi bertumimbal lahir ke dunia manusia, menjadi Putra
Mahkota Istana Naga, putra dari Raja Naga Suo Qie-tuo.
3.
Kelahiran Putra
Mahkota Naga, disambut dengan meriah dan penuh dengan suasana sukacita. Tetapi
Putra Mahkota Naga ini seiring dengan bertambahnya usia, niatnya untuk
menyelamatkan dunia kian hari kian menguat.
4.
Suatu hari
dia melihat seekor raja burung bersayap emas, masuk ke dalam lautan untuk
mencari makanan, dia merasa kasihan pada raja burung yang menderita kelaparan
tersebut, selain itu dia juga takut rakyatnya yakni para makhluk hidup di
lautan menjadi korban, akhirnya dia mengorbankan tubuh jasmaninya sendiri untuk
dimakan burung, Putra Mahkota Naga pun menemui ajal.
5.
Raja Naga
dan Permaisuri Naga sangat berduka, air mata berlinang membasahi wajah, saat
itu Putra Mahkota Naga telah bertumimbal lahir di dunia manusia, menjadi Putra Mahkota sebuah
kerajaan besar, bayi ini diberi nama Nengshi. Raja sangat bersukacita menyambut
kelahiran putra pertama-nya, rakyat negeri tersebut berduyun-duyun datang
memberi selamat.
6.
Putra
Mahkota yang masih mengenakan popok itu mendadak membuka mulutnya berkata : “Negeri
kita memiliki mutiara apa yang bisa didanakan?”
Mendengar
bayi yang baru lahir berbicara, dayang-dayang istana ketakutan dan segera mengambil
langkah seribu, meninggalkan Permaisuri seorang diri tetap berjaga di sana.
7.
Pada saat
ini, Putra Mahkota membuka sepasang matanya melihat ke arah Permaisuri dan
berkata : “Ibunda, saya bukanlah jelmaan Raksasa yang lahir ke dunia ini, mengapa
semua orang jadi ketakutan dan melarikan diri? Pada masa kehidupan lampau saya
suka berdana, bersedia menjadi Dermawan Agung seluruh dunia, barulah menanyakan
hal begini.”
Mendengar
perkataan buah hatinya, Permaisuri memanggil para dayang supaya kembali, lalu mengulangi
ucapan putranya tadi kepada mereka, barulah hati mereka jadi tenang.
8.
Dalam sekejab mata Putra Mahkota Nengshi telah tumbuh dewasa, dia
mengerahkan segenap daya upaya untuk membantu orang-orang yang miskin dan
menderita. Tetapi jumlah orang susah di dunia ini tidaklah sedikit, Putra
Mahkota kehilangan akal dan frustasi, hatinya sedih dan pilu.
Dia bertanya pada pengawalnya : “Siapa diantara kalian yang dapat
memberitahukan padaku, apa yang harus kulakukan barulah dapat memenuhi dana
materi?”
Ada seorang senior menjawab : “Saya pernah mendengar ada sejenis mutiara
yang bernama Mutiara Cintamani, yang dapat memunculkan banyak harta benda, yang
takkan habis-habisnya diambil dan dipakai”.
9.
Putra Mahkota Nengshi segera menghadap Ayahbunda-nya lalu berkata :
“Ayahanda dan Ibunda, saya ingin menuju ke dasar laut untuk mengambil Mutiara
Cintamani yang ada di kepala Raja Naga!”
Mendengar perkataan putranya, Raja dan Permaisuri tercengang hingga
wajah pun berubah jadi pucat, buru-buru berkata : “Putraku, jangan main-main,
lautan itu luas dan tak bertepi, sewaktu-waktu nyawa pun bisa melayang, kamu
jangan coba-coba ke sana ya!”
10.
Nengshi tetap bersikukuh dan berkata : “Ayahanda dan Ibunda, harta yang disimpan
di kas negara kita pasti ada batasnya, sedangkan hatiku yang suka menderma
adalah tanpa batas, sekalipun harus naik ke atas langit maupun masuk ke dasar
lautan, saya juga harus menemukan Mutiara Cintamani, agar dapat memenuhi segala
keinginan manusia di dunia ini, takkan membiarkan seorang pun menderita
kemiskinan, mohon agar kalian merestuiku!”
11.
Raja dan Permaisuri mengetahui bahwa tidak ada gunanya menghalangi
pendirian putranya itu, akhirnya hanya bisa merestui kepergian putranya. Saat
itu ada 500 orang saudagar yang berkumpul di pelabuhan, mengikuti Putra Mahkota
berangkat bersama-sama.
12.
Putra Mahkota Nengshi sepanjang perjalanan bertemu banyak kesulitan, setelah
melewati kurun waktu 49 hari, akhirnya mereka tiba di Kota Tujuh Lapis Mutiara.
13.
Di kota mutiara tersebut terdapat tujuh lapis selokan besar yang
dipenuhi oleh ular berbisa, ada dua ekor naga besar yang menjaga gerbang kota. Naga
itu melihat penampilan Putra Mahkota Nengshi tidaklah awam, dalam hatinya
memastikan kalau orang yang ada di hadapannya ini bukanlah manusia biasa, pasti
merupakan jelmaan Bodhisattva atau insan yang memiliki jasa kebajikan agung,
yang datang ke tempat ini, maka itu mempersilahkannya masuk ke istana naga.
14.
Ibunda naga menggunakan kemampuan gaib mengetahui kedatangan putranya di
masa lampau, segera menarik Putra Mahkota Nengshi untuk duduk sambil buru-buru
bertanya : “Putraku, kali ini kamu bertumimbal lahir di mana?”
Putra Mahkota Nengshi mengetahui bahwa sosok yang ada di hadapannya
adalah ibunda masa lampaunya, lalu menjawab : “Bunda jangan khawatir, kali ini
saya lahir menjadi Putra Mahkota di sebuah kerajaan besar, tujuan kedatanganku
adalah untuk mengambil Mutiara Cintamani guna membebaskan manusia dari
penderitaan”.
15.
Ibunda naga berkata : “Putraku, seluruh harta karun di istana naga ini,
boleh kamu ambil sesuka hati, tetapi Mutiara Cintamani berada di atas kepala
Ayahandamu, untuk mendapatkannya adalah hal yang sangat sulit. Saat bertemu
Ayahmu nanti kamu harus bilang bahwa tujuan kedatanganmu adalah demi menolong
manusia di dunia, dengan demikian barulah bisa memperoleh mutiara tersebut!”
16.
Putra
Mahkota Nengshi saat bersua dengan Ayahandanya, menjelaskan maksud kedatangannya
adalah untuk mengambil Mutiara Cintamani, Raja Naga berkata : “Saya hanya
memiliki sebutir Mutiara Cintamani, yang senantiasa menghiasi puncak kepalaku, saya
pikir manusia di Jambudvipa memiliki berkah yang tipis dan miskin hina,
sesungguhnya tidak pantas melihat mutiara ini!”
17.
Putra
Mahkota Nengshi menjawab : “Ayahanda, kedatangan ananda kali ini ke sini adalah
menempuh perjalanan yang sangat jauh dan menantang maut, justru adalah demi
manusia di Jambudvipa yang berkahnya tipis dan miskin hina, makanya saya ingin
menggunakan Mutiara Cintamani untuk memenuhi segala keinginan mereka, barulah
kemudian dengan jalinan jodoh Jalan KeBuddhaan membimbing para makhluk, agar
mereka dapat selamanya menjauhi lautan penderitaan!”
18.
Setelah
mendengar ucapan Putra Mahkota Nengshi, Raja Naga terharu hingga berlinangan
air mata, menanggalkan Mutiara Cintamani dari atas kepalanya dan menyerahkannya
kepada Putra Mahkota, “Putraku penuh dengan hati Karuna, Dewa di Langit menjadi
saksinya, manusia dan malaikat di Bumi menghormatinya. Saya
ikhlas menyerahkan Mutiara Cintamani kepada dirimu, guna menolong manusia dari
musibah. Tetapi mutiara ini sangat berharga, setelah selesai memakainya harus
mengembalikannya kepadaku”.
19.
Putra Mahkota Nengshi menjawab : “Ayahanda mengasihi seluruh manusia di
dunia, setelah ananda selesai menggunakannya pasti akan datang
mengembalikannya.” Begitu perkataannya selesai, Putra Mahkota Nengshi
memperoleh pemberkatan dari Mutiara Cintamani, mampu menampilkan kemampuan
gaib, terbang ke angkasa, dalam sekejab pulang kembali ke istana kerajaan
manusia.
20.
Raja dan
Permaisuri melihat kepulangan Putra Mahkota dengan selamat, sangat bersukacita,
bertanya pada Putra Mahkota : “Mutiara apa yang berhasil kamu peroleh?”
Putra Mahkota
menjawab : “Saya berhasil mendapatkan Mutiara Cintamani!”
Raja dan
Permaisuri : “Di mana?”
Putra
Mahkota : “Ada di kantongku.”
Raja dan Permaisuri : “Mengapa
bentuknya begitu mungil?”
Putra Mahkota : “Kewibawaan jasa kebajikannya sangatlah besar! Jangan
persoalkan bentuknya besar atau kecil.”
21.
Kemudian, Putra Mahkota memohon pada Raja untuk menurunkan titah
agar semua penduduk negeri membakar dupa, menggantung pataka, bervegetarian dan
menjalankan sila, lalu menetapkan sebuah hari untuk memasang mutiara Cintamani
di ujung atau kepala tiang yang panjang, guna mendermakan berkah kepada seluruh
rakyat.
22.
Hari itu, Putra Mahkota Nengshi merapikan dan mengikat rambutnya
lalu mengenakan mahkotanya, bersujud di hadapan tiang mutiara, dengan tulus berikrar :
“Jika suatu hari kelak saya dapat mencapai KeBuddhaan, dapat menyelamatkan
semua makhluk, semoga mutiara ini dapat memunculkan segala jenis benda
berharga, memenuhi segala keperluan manusia, tidak ada yang kekurangan!”
23.
Usai Putra Mahkota mengikrarkan prasetia-nya, seketika itu juga
awan tebal memenuhi angkasa, berbagai jenis benda berharga bagaikan siraman air
hujan, melayang jatuh ke dunia, pakaian, makanan minuman, tempat pembaringan,
obat-obatan, keperluan hidup manusia, segalanya terpenuhi, bahkan berlangsung
hingga Putra Mahkota mangkat, tidak pernah berhenti.
24.
Hingga sekarang, sejak awal tidak ada lagi jejak Mutiara Cintamani
di dunia ini, bahkan tidak pernah terdengar. Ini dikarenakan para makhluk di
zaman berakhirnya Dharma tidak memiliki moralitas dan berkah.
Sesungguhnya, mutiara Cintamani yang sejati tidak pernah
meninggalkan dunia ini, yakni sepatah “Namo Amituofo”. Nama Buddha tidak hanya
dapat memunculkan segala pahala duniawi, namun yang paling berharga, juga dapat
memunculkan segala pahala non duniawi.
Oleh karena sepatah Amituofo mengandung jasa kebajikan dari pelatihan
diri Buddha Amitabha selama berkalpa-kalpa, harta Dharma ini takkan
habis-habisnya diambil dan digunakan, serupa dengan Mutiara Cintamani, ”Menghancurkan
segala kegelapan batin para makhluk, memenuhi segala harapan para makhluk!”
~Maha-prajnaparamita-sastra~
Judul asli :