Senin, 04 Juni 2018

22. Tukang Tambal Kuali Guo Lou-jiang



Tukang Tambal Kuali Guo Lou-jiang



 

1. Master Tanxu pernah menceritakan sebuah kisah sebagai berikut, pada periode pemerintahan Tiongkok Nasionalis (1912-1945), Master Dixian pernah tinggal selama bertahun-tahun di Vihara Gunung Emas di Zhenjiang (Provinsi Jiangsu). Suatu hari, sahabat sekampungnya datang mengunjunginya, yang juga merupakan teman bermain saat kanak-kanak. Orang ini berprofesi sebagai tukang tambal kuali atau “Guo Lou-jiang”, yakni yang menambal piring, mangkok dan peralatan dapur Tiongkok tempo dulu.   



 

2. Guo Lou-jiang mengutarakan niatnya menjadi Bhiksu, berguru pada Master Dixian. Master Dixian berkata : “Duh, kamu mana bisa! Usiamu sudah segini! Sudah 40 sekian tahun, tidak pernah sekolah, mau belajar ajaran sutra juga sudah sulit; menjalani pertapaan juga sudah tidak sanggup lagi. Kalau kamu jadi Bhiksu, bukankah namanya cari masalah sendiri, bukan?”

Walaupun sudah dinasehati berulang kali, tapi Guo Lou-jiang tetap bersikukuh pada pendiriannya. Akhirnya Master Dixian dengan terpaksa berkata : “Kalau kamu bersikeras jadi Bhiksu, maka harus patuh pada ucapanku, barulah saya mau menerimamu jadi murid”.



 

3. Guo Lou-jiang langsung menyetujuinya, kemudian Master Dixian melanjutkan perkataannya : “Setelah ditabhiskan, kamu tidak perlu mengikuti Upacara Pengambilan Sila (Upasampada), saya akan carikan sebuah Cetiya, kamu tidak boleh keluar dari Cetiya, setiap hari melafal Amituofo dengan setulusnya. Saya juga akan carikan beberapa orang donatur untuk mendukungmu, memberi persembahan makanan buat dirimu”.



 

4. Master Dixian mencarikan sebuah Cetiya di Ningbo (Provinsi Zhejiang) buat Guo Lou-jiang, berpesan padanya supaya menetap di dalam Cetiya dan hanya melafal sepatah Namo Amituofo saja. Kalau sudah capek maka beristirahat, selesai istirahat lanjutkan lagi melafal, siang malam melafal berkesinambungan tak terputus, setiap hari ada seorang Nenek yang akan datang menyiapkan hidangan buatnya.



 

5. Guo Lou-jiang begitu patuh pada kata gurunya, apa yang dikatakan Master Dixian, dia jalani sebagaimana mestinya, dalam hati kecilnya, dia begitu yakin bahwa gurunya telah memilih metode terbaik buat pelatihan dirinya. Namun dia tidak tahu manfaat apa yang akan dipetiknya kelak!  

Guo Lou-jiang waktu dulu berprofesi sebagai tukang tambal kuali, memikul beban berat, sepasang kakinya kuat, maka itu dia melafal Amituofo sambil berjalan mengelilingi ruang kebaktian (pradaksina), setelah capek barulah duduk sambil melafal Amituofo, demikianlah dia melafal Amituofo hingga 3 atau 4 tahun lamanya, tidak pernah melangkah keluar dari Cetiya.    



 

6. Suatu hari Guo Lou-jiang memberitahu Nyonya tua yang sehari-hari bertugas memasak buatnya : “Besok Anda tidak perlu datang memasak, saya tidak makan siang lagi”.  Lalu dia juga berkata bahwa di daerah setempat ada dua orang famili dan sahabatnya, dia hendak mengunjungi mereka.

Setelah pulang ke Cetiya, dia berpesan lagi pada Nyonya tua : “Besok pagi Anda tidak perlu datang memasak lagi”.  Nyonya tua berpikir mungkin tadi Guo Lou-jiang mengunjungi famili dan sahabatnya, esoknya ada yang mengundangnya makan.



 

7. Hari berikutnya, Nyonya tua teringat akan Guo Lou-jiang, ketika waktu makan tiba, dia pergi ke Cetiya untuk melihat apakah Guo Lou-jiang sudah pulang belum. Sampai di depan pintu, Nyonya tua berkata : “Guru sudah pulang dari undangan makan ya?”. Tetapi tidak ada jawaban dari dalam Cetiya. Akhirnya Nyonya tua masuk ke dalam dan melihat Guo Lou-jiang berdiri di samping tempat tidurnya, wajahnya menghadap keluar jendela, tangannya menggenggam tasbih.

Nyonya tua keheranan kenapa Guo Lou-jiang diam terus, tidak menjawab pertanyaannya. Ketika dilihat lebih seksama, ternyata beliau telah meninggal dunia dengan posisi berdiri! Nyonya tua kaget sekali, dia segera memberitahu para tetangga : “Guru meninggal dunia dengan posisi berdiri!”. Warga sekitar pun berbondong-bondong datang menyaksikan.



 

8. Mereka melihat sepasang tangan Guo Lou-jiang, satunya memegang tasbih, satunya lagi mengepal menggenggam sesuatu, ketika dibuka, ternyata di dalamnya adalah uang sejumlah 8-9 dolar. Ini adalah seluruh tabungannya selama menjadi tukang tambal kuali. Dia khawatir setelah wafat tidak ada yang tahu uang simpanannya, makanya dia taruh di genggaman tangannya, berdiri melafal Amituofo terlahir ke Alam Sukhavati. Dia sengaja menyiapkan uang tersebut, supaya orang lain yang menemukannya lebih mudah menangani urusan kematiannya.



 

9. Kemudian, ada orang yang mengirim surat kepada Master Dixian : “Murid Anda meninggal dunia dengan posisi berdiri!”. Master Dixian segera menaiki perahu dan tiba pada hari kedua.

Melihat jasad muridnya sudah berdiri selama 2-3 hari di sana, Master Dixian segera mengurus upacara perkabungan. Master Dixian berkata : “Hebat! Tidak sia-sia kamu meninggalkan keduniawian, bahkan lebih hebat dibandingkan dengan ketua vihara, pencapaian serupa dirimu ini, tidak banyak dijumpai!”



 

10. Setelah menyelesaikan ceritanya, Master Tanxu berkata : “Seorang pekerja kasar seperti Guo Lou-jiang melafal Amituofo hanya dalam kurun waktu 3-4 tahun saja, berdiri dan pergi begitu leluasanya. Saya dengar kisah ini dari Master Dixian sebanyak dua kali, ini merupakan kejadian nyata. Praktisi sekalian hendaknya menyadari bahwa metode melafal Amituofo jauh melampaui segala metode lainnya, baik itu berupa metode Zen, Tantra dan sebagainya! Metode melafal Amituofo dapat diamalkan oleh semua orang, juga tidak perlu harus memahami ajaran sutra. Asalkan bersedia melafal Amituofo, tidak ragu, tidak bercabang (terfokus), tidak terputus, maka siapapun dapat terlahir di Negeri Buddha Amitabha!

Naskah Mandarin :
http://xiyuee.blogspot.com/