Pengalaman mukjizat seorang anak pengemis
(Bagian 2)
21.
“Sekitar 25 tahun
yang silam dari hari ini, yakni ulang tahun putraku yang ke-5, kami
menyelenggarakan pesta ulang tahun buat dirinya. Siapa yang menduga, ketika
pesta bubar, kami kehilangan jejaknya, seluruh anggota keluarga panik dan sibuk
melakukan pencarian.
Saat itu saya
mengerahkan segenap daya upaya untuk mencari putraku, bahkan di seluruh pelosok
negeri, meskipun telah menghabiskan banyak harta benda namun juga tak kunjung
menemukan titik terang, seolah-olah hilang ditelan Bumi, lenyap tak berbekas”.
22.
“Dua bulan yang
lalu, saya menjual semua barang berhargaku, memutuskan mengembara pergi mencari
putraku, setibanya saya di kota ini, tubuhku merasakan kelelahan yang luar
biasa, saya tidak sanggup meneruskan perjalananku lagi”.
23.
“Namun saya tidak
pernah putus asa, selama belum menemukan putraku, saya tidak dapat tidur
nyenyak. Jika dia masih hidup, sekarang telah menginjak usia 15 tahun, mungkin
melewati hidup mengembara dan bekerja mencari nafkah.
Kemudian saya
membeli manor (rumah bangsawan) terbesar di kota ini, dengan gaji berkali lipat
untuk memancing para tunawisma datang bekerja di rumahku, berharap dengan cara
ini dapat membantuku menemukan kembali putraku”.
24.
“Tuhan takkan
mengabaikan orang yang punya kemauan keras, setelah 10 tahun berlalu, suatu
hari usai makan malam, saya berjalan-jalan di sekitar taman, di depan pintu
tampak berdiri seorang pengemis.
Ketika dia
mengangkat kepalanya, saya langsung mengenalinya, bukankah dia adalah putraku? ! Saya tidak sanggup mengendalikan
kegembiraanku, cepat-cepat menyuruh pengawalku pergi membawanya ke hadapanku.
Alangkah kasihannya
putraku yang malang, selama 20 tahun hidup mengembara, setiap saat dilanda
perasaan khawatir dan waspada, mengira diriku hendak mencelakainya, sehingga
ketakutan dan jatuh pingsan. Saya menyesali sikap gegabahku, dengan berat hati membiarkannya
pergi”.
25.
Setelah mendengar
cerita Ayah angkat sampai di sini, saya merasakan aliran listrik mengalir di
sekujur tubuhku, terbayang pada hari pertama diriku tiba di kota ini. Masih
jelas dalam ingatanku, saya melihat di dalam taman terdapat sejumlah orang,
lansia yang datang melamar kerja dan menjadi rekan kerjaku, kemudian sosok Ayah
angkat yang berdiri di hadapanku, satu persatu tayangan tersebut muncul dalam
ingatanku.
26.
“Setelah melewati
berbagai kesulitan, akhirnya saya berhasil menemukan kembali putraku, makanya
saya berusaha memikirkan segala cara, supaya kami Ayah dan anak dapat berkumpul
kembali.
Akhirnya saya
menyuruh dua orang untuk menyamar sebagai pelayan rumahku, sengaja berbicara di
hadapan putraku, lalu menuntunnya masuk dan bekerja di rumahku.”
27.
“Saya memperhatikan
perilaku anak muda ini, selain makan dan punya tempat tinggal tetap, dia tidak
memiliki keinginan lainnya lagi, selain itu orangnya sangat tertutup, tidak
percaya pada diri sendiri dan curiga pada orang lain.
Dengan kondisi
dirinya itu, saya hanya bisa menugaskannya membersihkan kakus, yang penting dia
dapat menetap dengan hati yang tenang di rumah ini, jangan sampai dia merasa
curiga.
Secara diam-diam
saya selalu mengawasi dirinya, hal ini diketahui dirinya, sehingga dia
meningkatkan kewaspadaan. Pada saat begini, saya jadi sadar, jarak yang paling
jauh di dunia ini bukanlah diukur dari jauhnya keberadaan antara anda dan saya,
tetapi meskipun saya berada di hadapanmu, namun saya hanya sanggup memandangmu
secara diam-diam dari kejauhan”.
28.
Usai mendengar
cerita Ayah angkat sampai di sini, sejak awal sepasang mataku telah dipenuhi
air mata, tidak sanggup berkata lagi. Setelah berhasil menenangkan diri, Ayah
angkat melanjutkan perkataannya : “Untunglah putraku yang malang perlahan-lahan
mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya, sehingga saya dapat mewujudkan
rencanaku yang berikutnya, menyamar menjadi pelayan baru dan kebetulan ditugaskan
di tempat yang sama dengan putraku, akhirnya jarakku dengannya semakin dekat.”
29.
“Setelah tinggal
bersama selama satu kurun waktu, putraku mulai mengurangi perasaan curiganya,
menerima kehadiran dan kebaikanku padanya. Dibawah bimbinganku, dia mulai
membuka hati dan melapangkan pikirannya, dia mulai menaruh minat terhadap
hal-hal baru, mulai menaruh harapan baru terhadap kehidupan ini.
30.
“Segala sesuatu
berjalan sesuai dengan rencana, setelah menemukan waktu yang cocok, saya
berterus terang padanya bahwa saya adalah majikan rumah ini, selain itu juga
memintanya menjadi anak angkatku. Melihat dirinya menyambut dengan penuh
sukacita, beragam perasaan berkecamuk dalam hatiku, padahal sesungguhnya dia
adalah putra kandungku, tetapi sampai sekarang cuma bisa mengakuinya sebagai
anak angkat.”
31.
“Tetapi tak peduli
bagaimana pun juga, peristiwa ini sudah berkembang ke arah yang bagus, saya
mulai dapat membimbingnya secara resmi. Pengalamanku sendiri ditambah dengan
ketekunan dirinya, kemajuannya sangat pesat, mampu mengelola usaha keluarga dan
menangani segala urusan di manor (rumah bangsawan) ini.
Namun saya dapat
melihat dengan jelas, segala daya upayanya hanya demi balas budi, dia mengira
jerih payahnya adalah buat diriku, tidak tahu bahwa sejak awal harta benda
tersebut telah jadi miliknya.
32.
Kini usiaku sudah
kian lanjut, ada hal yang bila tidak dibicarakan sekarang juga, takutnya nanti
fakta ini akan terkubur buat selamanya. Maka itu, hari ini yang bertepatan
dengan Hari Ulang Tahun putraku yang ke-30, saya mengundang hadirin sekalian
datang untuk menjadi saksi.
Putra kandungku
adalah anak muda yang sedang duduk di hadapan kalian, dia juga merupakan anak
angkatku sebelumnya, yakni Song Ni-la! Kini saya umumkan secara resmi,
menyerahkan seluruh harta kekayaanku kepada putraku ini!”
33.
Saat ini saya
menyadari seluruh jerih payah yang dilakukan Ayah selama ini. Kami Ayah dan
anak saling berpelukan dan menangis, mengakhiri kisah perjalanan hidup kami
yang penuh liku-liku.
34.
Demikianlah kisah
pahit getirnya perjalanan hidupku, kini daku menyambut kebahagiaan yang
menjelang, betapa bangganya diriku kini memiliki seorang Ayah yang penuh belas
kasih. Apakah kalian merasa cemburu pada keberuntunganku?
Tidak perlu sama
sekali, oleh karena di dalam lubuk hati setiap insan, memiliki seorang Ayah
universal, yakni Buddha Amitabha.
Di dalam Sutra Usia
Tanpa Batas, Buddha Sakyamuni menyampaikan bahwa Buddha Amitabha akan
menganugerahkan jasa kebajikan dari hasil pelatihan diriNya kepada kita
semuanya.
Ayahanda kita yang
penuh Maha Maitri Karuna, Buddha Amitabha, setelah melatih diri selama
berkalpa-kalpa, akhirnya berhasil mewujudkan Alam Sukhavati, tanpa syarat
menganugerahkan jasa kebajikanNya tersebut kepada kita.
Malangnya kita
makhluk awam ini sudah terlampau lama terombang-ambing mengembara di dalam
Triloka, hati jadi sempit, sama sekali tidak percaya ada hal sebagus demikian, mengira
diri sendiri tidak punya kelayakan untuk terlahir ke Alam Sukhavati.
35.
Ayahanda universal
kita, Buddha Amitabha hanya bisa melihat perilaku kita dan merasakan kepiluan
di dalam hatiNya, makanya terpaksa mengambil keputusan yang serupa dengan kisah
perumpamaan di atas.
Oleh karena kita
merasa diri kita tidak pantas menjadi penduduk Alam Sukhavati, menikmati
anugerah jasa kebajikanNya, makanya Buddha Amitabha hanya bisa membiarkan diri
kita melatih diri dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri, serupa dengan
hartawan tadi yang membiarkan putranya bekerja sendiri membersihkan kakus,
sehingga dia merasa tenang menjalani hidupnya.
Demikian pula
dengan praktisi pemula yang masih belum sanggup terfokus, setelah membaca
sutra, membaca mantra, beramal sekian banyak, barulah hatinya bisa merasa
tenang.
36.
Ayahanda universal
kita, Buddha Amitabha, senantiasa berada di samping kita, mengamati segalanya,
ketika akar kebajikan kita masak, Beliau akan menuntun dan memberitahukan pada
kita bahwa dengan mengandalkan pelatihan diri sendiri dapat dilimpahkan dengan
bertekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati, saat begini, barulah kita berani
membangkitkan tekad terlahir ke Alam Sukhavati, serupa dengan kisah di atas,
hartawan tersebut mengangkat anak angkat, menjadi satu keluarga.
37.
Setelah satu kurun
waktu berlalu, Sang Buddha akan menyampaikan pada kita bahwa semua metode
pelatihan diri adalah sangat bagus, tetapi untuk terlahir ke Alam Sukhavati,
lebih baik melafal nama Buddha Amitabha, maka itu kita mulai terfokus melafal
Amituofo.
Harus diketahui
bahwa di dalam sepatah Amituofo telah mencakup seluruh jasa kebajikan Buddha
Amitabha, maka itu saat kita melafal Amituofo, seketika itu juga kita telah
menerima keseluruhan Alam Sukhavati, namun kita selalu berpikir bahwa diri
sendiri sedang membantu Buddha Amitabha, padahal sesungguhnya kita melafal
Amituofo adalah sedang membantu diri sendiri.
38.
Seiring dengan
waktu melafal Amituofo kita yang kian lama kian panjang, akhirnya pada suatu
hari, kita mulai menyadari jerih payah dan tujuan dari Ayahanda universal kita,
Buddha Amitabha, ternyata sejak awal, Beliau memang bermaksud menyerahkan Alam
Sukhavati kepada kita, hanya saja ditakutkan kita jadi terkejut dan tidak
berani menerimanya, sehingga menuruti kehendak kita, bersabar menanti hingga
kita tercerahkan. Padahal sesungguhnya, asalkan kita mau menganggukkan kepala,
maka sejak awal seluruh Alam Sukhavati telah jadi milik kita.
Judul asli :