Selasa, 30 Juni 2020

54B Kisah Master Daochuo (Bgn 2)

Kisah Master Daochuo

Bagian 2





15.
Master Daochuo berhasil mewarisi ceramah Master Tanluan, di Vihara Xuanzhong memulai menceramahkan “Amitayurdhyana Sutra”, totalnya sebanyak 200 kali pengulangan, menarik minat banyak praktisi untuk berdatangan mendalami Ajaran Tanah Suci.




 

16.
Setiap kali usai ceramah, para hadirin akan melafal Amituofo bersama-sama, suara lafalan memenuhi lembah gunung.




 

17.
Untuk memudahkan praktisi menghitung jumlah lafalan Amituofo, Master Daochuo menggunakan butiran kacang untuk menghitung jumlah lafalan. Setiap melafal satu kali, memasukkan sebutir kacang ke dalam mangkok, dengan cara demikian menghitungnya.




 

18.
Kemudian, Master Daochuo menyempurnakan metode perhitungan ini, menciptakan tasbih seperti yang kita gunakan sekarang ini.




 

19.
Dibawah bimbingan Master Daochuo, di daerah Jin’yang, Taiyuan dan Wenshui, seluruh lapisan masyarakat di atas 7 tahun, juga tahu melafal Amituofo, di seluruh jalan besar dan gang kecil, di mana-mana juga terdengar suara lafalan Amituofo.




 

20.
Karya Master Daochuo yang tersohor adalah “An-Le-Ji”, atau “Kumpulan Syair Kedamaian” (Master Dao Chuo mengutip kalimat-kalimat dari Sutra untuk menasehati praktisi Buddhis supaya melafal Amituofo bertekad terlahir ke Alam Sukhavati).

Master Daochuo membuat perbedaan cara melatih diri yang mengandalkan kekuatan sendiri dan kekuatanNya (kekuatan tekad Buddha Amitabha). Master Daochuo memahami bahwa para makhluk yang berada pada zaman berakhirnya Dharma ini, jika melatih pintu Dharma lainnya akan sulit meraih keberhasilan, maka itu menasehati khalayak ramai supaya melatih Pintu Dharma Tanah Suci.




 

21.
Ini dikarenakan di dalam Pintu Dharma Tanah Suci ada tekad agung yang diikrarkan Buddha Amitabha sebagai jaminannya, setiap makhluk, meskipun semasa hidup pernah melakukan karma buruk, saat menjelang ajal (bertobat), asalkan melafal sepuluh lafalan Amituofo, maka dengan mengandalkan kekuatan Buddha terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.




 

22.
Waktu itu ada orang yang meremehkan Pintu Dharma Tanah Suci, menganggap bahwa terlahir ke Alam Sukhavati bukanlah sikap seorang ksatria, harusnya meneladani Bodhisattva Ksitigarbha, berada di tanah keruh ini guna menyelamatkan para makhluk. Terhadap hal ini, Master Daochuo mengambil sebuah perumpamaan untuk menjelaskannya.




 

23.
Master Daochuo berkata, Bodhisattva Ksitigarbha dan para Bodhisattva lainnya telah mencapai tingkatan Ketidakmunduran dari pencapaian KeBuddhaan, meskipun berada di tanah keruh juga takkan dikotori oleh tanah keruh, seperti bebek dan angsa masuk ke dalam kolam, bulunya takkan dibasahi air.




 

24.
Tetapi bagi orang awam yang hidup pada zaman berakhirnya Dharma, dapat dikotori oleh lima jenis kekeruhan yang ada di tanah keruh, seperti ayam yang dimasukkan ke dalam air, sekejab saja berubah jadi sup ayam (basah kuyup).




 

25.
Juga ada pengikut sekte sesat yang ingin menfitnah Master Daochuo, tetapi setelah menyaksikan langsung wajah welas asih Master, seketika itu juga langsung diteduhkan oleh Master.




 

26.
Sampai pada masa Dinasti Tang, keagungan Master Daochuo semakin tersebar luas, ketika Kaisar Tang Taizong melewati Taiyuan, sengaja bersama dengan Permaisuri Wende, berkunjung ke Vihara Xuanzhong untuk bersua dengan Master Daochuo, sambil berdana dan memberi persembahan.




 

27.
Master Daochuo meninggal dunia pada usia 84 tahun.


Baca juga :
Kisah Master Daochuo (Bgn 1)


Judul asli :


54A Kisah Master Daochuo (Bgn 1)

Kisah Master Daochuo

Bagian 1



 
 
1.
Master Daochuo, merupakan penduduk Qi Utara, pada akhir Periode Dinasti-Dinasti Selatan dan Utara. Master Daochuo lahir pada tahun 562 di Bingzhou (sekarang adalah daerah sekitar Taiyuan, Provinsi Shanxi), di sebuah keluarga biasa yang bermarga Wei.




 

2.
Pada saat itu, di wilayah bagian Utara, terjadi pertempuran sengit antara Zhou Utara dan Qi Utara, kedua negara ini sepanjang tahun selalu terlibat peperangan, kebetulan kampung halaman Master Daochuo tepat berada di garis depan pertempuran.




 

3.
Kekacauan perang, bencana kelaparan, wabah penyakit, masa remaja Master Daochuo dilewati dalam ancaman berbagai bencana alam dan bencana akibat ulah manusia.




 

4.
Usia 14 tahun, Master Daochuo menyadari secara mendalam betapa rapuhnya nyawa manusia, kehidupan yang sungguh tidak kekal, akhirnya meninggalkan keduniawian dan melatih diri.





 

5.
Setelah menjadi Bhiksu, Master Daochuo mendalami “Mahaparinirvana Sutra”, memahami secara mendalam tentang Jiwa KeBuddhaan. Kemudian beliau mulai menceramahkan “Mahaparinirvana Sutra”, totalnya adalah sebanyak 24 kali pengulangan, dalam waktu singkat namanya mulai tersohor.





 

6. Tetapi di kemudian hari, Master Daochuo menyadari satu hal : Meskipun secara teori, semua makhluk memiliki benih KeBuddhaan, tetapi untuk mencapai KeBuddhaan, bukanlah hal yang gampang, harus sempurna akan berbagai persyaratan.

Ibarat sebutir bibit pohon, jika tidak ada lingkungan pertumbuhan yang bagus, tidak ada sinar mentari, siraman hujan, adalah mustahil bisa tumbuh menjadi pohon besar.




 

7.
Sementara itu Master Daochuo hidup pada era yang telah memasuki zaman berakhirnya Dharma, banyak anggota Sangha yang sibuk mengejar ketenaran dan keuntungan, mendekati dan menyanjung orang yang memiliki kedudukan dan kekuasaan, berharap dapat menjayakan diri sendiri, budaya melatih diri semakin memudar.   

Dalam lingkungan begini melatih diri, kapankah barulah bisa mencapai KeBuddhaan? Master Daochuo diam-diam meninggalkan Vihara, pergi berkelana mencari jalan pencerahan.





 

8.
Waktu itu di daerah sekitar Hebei, ada sekelompok anggota Sangha yang mengasingkan diri ke dalam hutan, yang diketuai oleh Master Dhyana Huizan.

Mereka melestarikan banyak tradisi asli yang diwariskan dari era Buddha Sakyamuni, menjalankan disiplin sila, pertapaan keras, berkembang menjadi sebuah budaya baru kala itu.





 

9.
Master Daochuo yang segenap hatinya berniat melatih diri, datang ke sini, memulai melatih metode Dhyana, berharap dapat mencapai pencerahan.





 

10.
Setelah melewati kurun waktu 20 tahun melatih Dhyana dengan tekun, Master Daochuo menyadari bahwa esensi metode Dhyana sangat mendalam, pastinya bukanlah orang awam di zaman berakhirnya Dharma ini, sanggup melatih dan tercerahkan darinya.





 

11.
Dari 84 ribu pintu Dharma, manakah yang dapat dilatih orang awam sehingga dapat berhasil? Dengan membawa pertanyaan ini, Master Daochuo yang berusia 48 tahun, kembali lagi melakukan pengelanaan mencari jalan pencerahan.





 

12.
Kali ini, Master Daochuo tiba di Vihara Xuanzhong yang terletak di Gunung Shibi, Shanxi, di sini merupakan tempat kediaman Master Tanluan saat berusia lanjut. Waktu itu Master Tanluan telah wafat 69 tahun lamanya.





 

13.
Di dalam Vihara terdapat prasasti yang mencatat riwayat hidup Master Tanluan, setelah membacanya, Master Daochuo mendadak tercerahkan, beragam perasaan berkecamuk di hatinya.

Pintu Dharma Tanah Suci yang disebarluaskan oleh Master Tanluan, bukankah yang selama ini dia cari-cari?





 

14.
Seketika itu juga Master Daochuo di hadapan Pagoda Master Tanluan, berikrar menjadi muridnya, sejak saat itu beliau melepaskan segala metode lainnya, memfokuskan diri pada Pintu Dharma Tanah Suci, setiap hari melafal Amituofo sebanyak 70 ribu kali.