Minggu, 17 Maret 2019

39. Pengalaman mukjizat seorang anak pengemis Bgn 1


Pengalaman mukjizat seorang anak pengemis
(Bagian 1)



 

01.

Ini merupakan sebuah senja di musim panas, saya duduk di atas sebongkah batu besar di tepi sungai. Pemandangan mentari terbenam, gunung nun jauh di sana, air mengalir, segalanya tampak begitu indah. Tanpa sadar bayangan kejadian yang baru berlalu, kembali memenuhi alam pikiranku, perubahannya sangat cepat terasa...........












02.

Tahun itu saya masih merupakan salah satu anggota dari kelompok pengemis. Sejak saya mampu mengingat hal-hal di dunia ini, tiap malam tidur sendirian di bawah kolong jembatan, saat lapar pergi mengais tumpukan sampah atau turun ke dalam selokan air mencari sisa-sisa makanan. Bagiku, asalkan dapat bertahan hidup, maka sudah cukup berterima kasih pada Langit dan Bumi.









03.

“Sepatu bolong, topi pun bolong, dimana ada tempat menetap yang tenang dan nyaman? Anda mengejekku, dia menertawaiku, ke mana daku harus mengadu?”


Hari itu sebelum mentari terbenam, saya mempercepat langkah kakiku supaya dapat mencapai sebuah kota, wilayah yang masih baru bagiku, saya belum pernah berkelana sampai kemari.

Berdiri di bawah tembok gerbang kota yang menjulang tinggi, daku memandang ke angkasa biru, memohon pada Langit, semoga di kota ini saya diperbolehkan tinggal lebih lama, jangan terburu-buru mengusirku keluar.




04.
Setelah memasuki kota, sepertinya ada sebuah kekuatan yang menuntun diriku, saya berjalan sampai ke pemukiman orang kaya, di sini berdiri villa-villa dan manor (rumah bangsawan) yang menjulang tinggi dan luas.  

Hari itu sungguh mengherankan, tidak ada seorang pun yang lalu-lalang, di jalanan hanya ada daku seorang diri yang melangkah tanpa tujuan.




05.
Ketika melewati depan pintu manor (rumah bangsawan) yang paling besar, barulah diriku sadar, “Aiya, celaka! Dengan penampilanku ini, bagaimana beraninya daku muncul di tempat berkelas seperti ini, malunya minta ampun!”. Terpikir sampai di sini, saya segera bersiap-siap mengambil langkah seribu.




06.
Pada momen inilah, ketika saya menengadahkan kepalaku, dari jauh tampak di dalam manor tersebut ada sekelompok orang, seorang lansia yang berdiri di tengah-tengah kelompok tersebut berpakaian mewah, penampilannya tampak tidak awam.

Namun beberapa saat kemudian, emosinya memuncak seperti kambing kebakaran jenggot, jari telunjuk kanannya menunjuk ke arahku dengan sangat gemetar,  mulutnya tampak sedang meneriakkan sesuatu.




07.
Ketika saya sedang mencoba menerka apa yang sedang terjadi sesungguhnya, kedua orang pengawal yang mendampingi hartawan itu berjalan menghampiri diriku.

Waktu itu saya sedang kelaparan dan ketakutan, sepasang kaki mulai gemetaran, jantung berdebar kencang, akhirnya kedua mata terasa gelap dan jatuh tak sadarkan diri.




08.
Setelah siuman, saya mendapati diriku sedang terbaring di tepi sebuah sungai, pasang surut air sungai tiada henti menjernihkan pikiranku, tidak sedikit air sungai yang telah mengisi mulutku. Sambil terbatuk-batuk, saya berusaha bangkit berdiri, barulah melihat ada dua orang pelayan yang sedang mengamati diriku.

“Hei lihatlah orang ini, kondisinya sungguh memprihatinkan, tampaknya pelayan yang baru masuk ya?”

“Tentu saja, tampaknya dia belum tahu siapa majikan kita sebenarnya”.

“Betul, kalau sejak awal dia mengetahuinya, kondisinya pasti takkan separah begini”.`

“Betul, kemurahan hati majikan kita bukan pujian belaka, lihatlah para tunawisma di seluruh pelosok kota, juga berdatangan ke Keluarga Song mencari kerja, diberi makan dan tempat tinggal serta gaji dua kali lipat, menurutku mana ada lagi Dermawan yang serupa dengan majikan kita?”

Sambil berbincang, mereka beranjak pergi.




09.
“Tunggu sebentar!”, meskipun waktu itu kepalaku masih terasa pusing, tetapi kalimat “diberi makan dan tempat tinggal serta gaji dua kali lipat” seperti aliran listrik yang melintas melewati kepalaku, “Apa benar apa yang kalian katakan tadi? Apakah saya juga boleh melamar kerja di Keluarga Song?”

Kedua orang itu saling bertatap mata sejenak, salah satunya tertawa sambil berkata : “Tentu saja benar! Kalau anda berkenan, sekarang juga kami bawa anda kepada majikan kami”.

Demikianlah, dalam keheningan malam, di bawah angkasa bertaburan bintang-bintang, dengan membawa keinginan menggebu-gebu dan perasaan cemas tak karuan, mengikuti jejak langkah kedua orang tersebut memasuki sebuah lahan yang penuh keajaiban.

Ibarat mendayung perahu mengarungi angkasa luar, melewati taburan bintang-bintang dan benda angkasa lainnya, kisah hidupku mulai memasuki sebuah jalur keajaiban yang membawa perubahan besar penuh legenda.




10.
Setelah melewati taman yang luas milik Keluarga Song, tugas yang dilimpahkan padaku adalah membuang kotoran dan membersihkan kakus, meskipun agak tersiksa, tetapi tiap hari makan cukup dan tidur tenang, tidak perlu merasa was-was diusir dari gerbang kota, tidak usah berkelana lagi, dapat hidup menetap pada satu tempat, hati pun jadi tenang. Sepanjang hidupku, saya tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup seperti sekarang ini.




11.
Setiap hari saya bekerja dengan tekun, tanpa beban pikiran; satu-satunya yang membuatku merasa tidak nyaman adalah, saya selalu merasa ada sepasang mata yang sepanjang hari, secara diam-diam mengawasi diriku, mungkin takut kalau-kalau saya panjang tangan.




12.
Setelah melewati satu kurun waktu, ada lagi pelayan baru yang masuk, yakni seorang lansia yang rambutnya telah memutih, wajahnya ramah, tampaknya tidak asing, mungkin sebelumnya kami sudah pernah bersua di kolong jembatan kota lainnya.

Dia ditugaskan di bagian yang sama dengan diriku yakni mencuci kakus, makanya setiap hari kami makan dan tinggal bersama, melewati hari demi hari dalam kebersamaan. Mungkin karena sudah punya teman, bayangan orang yang mengawasi diriku tidak tampak lagi.




13.
Lansia ini orangnya baik sekali, menjaga dan memberi perhatian pada diriku, selalu bertanya padaku, apakah kamu merasa kedinginan atau kepanasan, menemaniku bercengkerama, menanyakan tentang kehidupanku di masa silam yang mengembara, mengajarkan padaku banyak kebenaran tentang kehidupan ini, memberitahukan padaku budaya dan tradisi masing-masing negara, ketika ada waktu luang, beliau akan mengajakku jalan-jalan keluar. Lama kelamaan saya semakin bersemangat dalam mengarungi kehidupan ini.




14.
Waktu berlalu dengan sangat cepat, tak terasa setahun telah berlalu. Suatu hari, lansia itu mengenakan satu setel pakaian yang terbuat dari bahan sutera mahal dengan pola berwarna, muncul di hadapanku, wajahnya memancarkan keluar senyuman ramah, menepuk-nepuk bahuku sambil berkata : “Anak muda, kukatakan terus terang, sesungguhnya saya adalah kepala Keluarga Song, sejak pertama kali kita bersua, saya sudah merasa sangat berjodoh denganmu, suka berada bersama denganmu”.

Mendengar ucapan lansia itu, saya hanya bisa tercengang dan berdiri bengong di sana, diam seribu bahasa. Setelah menghela nafas panjang, lansia itu melanjutkan perkataannya : “Ai! Sepanjang hidupku tidak memiliki putra maupun putri, sekarang usiaku sudah lanjut, banyak urusan yang tidak sanggup saya tangani lagi, alangkah bagusnya bila saya mempunyai seorang putra! Saya lihat kamu begitu tekun bekerja, lagi pula kita sangat berjodoh, bagaimana kalau kamu jadi anak angkatku saja”.




15.
Saat itu beragam perasaan berkecamuk di dalam hatiku, terkejut juga bercampur bahagia, cepat-cepat menganggukkan kepala tanda setuju. Kemudian Ayah angkatku memilih sebuah hari baik, di hadapan seluruh anggota Keluarga Song, mengumumkan secara resmi mengangkatku jadi putranya, bahkan juga memberi nama baru padaku, yakni Song Ni-la.




16.
Sejak itu beliau mengajarkan padaku bagaimana cara memimpin dan mengelola usaha keluarga, bagaimana cara berbisnis dan berinteraksi dengan orang lain. Tidak lama kemudian, beliau menyerahkan seluruh kepengurusan rumah tangga kepadaku.




17.
Ayah angkat begitu memandang berat padaku, dalam hatiku saya bertekad membalas budi kebajikannya, membantu beliau menangani semua urusan manor dengan jelas dan bertanggung jawab. Makanya saya mengerahkan segenap daya upaya, alhasil beberapa tahun kemudian, usaha keluarga mengalami kemajuan pesat, setiap hari meraup keuntungan berlimpah buat Ayah angkat, sedangkan saya masih tetap mengambil gaji yang layak buat diri sendiri.




18.
Tiba-tiba pada suatu hari, Ayah angkat mengutusku menyebarkan undangan kepada para bangsawan dan tokoh-tokoh penting di seluruh pelosok negeri, mengundang mereka datang dan berkumpul di manor Keluarga Song.

Setelah meneguk tiga cangkir arak, Ayah angkat berdiri dan berkata : “Hari ini saya mengundang hadirin datang kemari, tujuannya adalah untuk mengumumkan sebuah hal yang sangat penting, sebelumnya izinkan saya menceritakan sepenggal kisah masa silamku.........”




19.
“Semasa kecilku, keluargaku sangat miskin, usia 12 tahun sudah bekerja mencari nafkah, melewati cobaan hidup yang sulit dibayangkan orang lain, akhirnya dengan mengandalkan kebijaksanaan dan ketekunan, saya berhasil menjadi mendirikan perusahaan dan membangun keluarga”.




20.
“Namun di dunia ini tidak hal yang sempurna, setelah menikah tidak dikaruniai buah hati, sampai usiaku mencapai 40 tahun, akhirnya saya memiliki seorang bayi laki-laki yang lucu, sejak itu siang malam saya berusaha melindunginya, bermain dengannya dengan gembira”.

Pengalaman mukjizat seorang anak pengemis Bgn 2

Judul asli :

丐帮弟子奇遇记 | 念佛漫画