Pengalaman mukjizat seorang
anak pengemis
(Bagian 1)
01.
Ini
merupakan sebuah senja di musim panas, saya duduk di atas sebongkah batu besar
di tepi sungai. Pemandangan mentari terbenam, gunung nun jauh di sana, air
mengalir, segalanya tampak begitu indah. Tanpa sadar bayangan kejadian yang
baru berlalu, kembali memenuhi alam pikiranku, perubahannya sangat cepat
terasa...........
02.
Tahun
itu saya masih merupakan salah satu anggota dari kelompok pengemis. Sejak saya
mampu mengingat hal-hal di dunia ini, tiap malam tidur sendirian di bawah
kolong jembatan, saat lapar pergi mengais tumpukan sampah atau turun ke dalam
selokan air mencari sisa-sisa makanan. Bagiku, asalkan dapat bertahan hidup,
maka sudah cukup berterima kasih pada Langit dan Bumi.
03.
“Sepatu bolong,
topi pun bolong, dimana ada tempat menetap yang tenang dan nyaman? Anda
mengejekku, dia menertawaiku, ke mana daku harus mengadu?”
Hari itu sebelum
mentari terbenam, saya mempercepat langkah kakiku supaya dapat mencapai sebuah
kota, wilayah yang masih baru bagiku, saya belum pernah berkelana sampai
kemari.
Berdiri di bawah
tembok gerbang kota yang menjulang tinggi, daku memandang ke angkasa biru,
memohon pada Langit, semoga di kota ini saya diperbolehkan tinggal lebih lama,
jangan terburu-buru mengusirku keluar.
04.
Setelah memasuki
kota, sepertinya ada sebuah kekuatan yang menuntun diriku, saya berjalan sampai
ke pemukiman orang kaya, di sini berdiri villa-villa dan manor (rumah bangsawan)
yang menjulang tinggi dan luas.
Hari itu sungguh
mengherankan, tidak ada seorang pun yang lalu-lalang, di jalanan hanya ada daku
seorang diri yang melangkah tanpa tujuan.
05.
Ketika melewati
depan pintu manor (rumah bangsawan) yang paling besar, barulah diriku sadar,
“Aiya, celaka! Dengan penampilanku ini, bagaimana beraninya daku muncul di
tempat berkelas seperti ini, malunya minta ampun!”. Terpikir sampai di sini,
saya segera bersiap-siap mengambil langkah seribu.
06.
Pada momen inilah,
ketika saya menengadahkan kepalaku, dari jauh tampak di dalam manor tersebut
ada sekelompok orang, seorang lansia yang berdiri di tengah-tengah kelompok
tersebut berpakaian mewah, penampilannya tampak tidak awam.
Namun beberapa saat
kemudian, emosinya memuncak seperti kambing kebakaran jenggot, jari telunjuk
kanannya menunjuk ke arahku dengan sangat gemetar, mulutnya tampak sedang meneriakkan sesuatu.
07.
Ketika
saya sedang mencoba menerka apa yang sedang terjadi sesungguhnya, kedua orang
pengawal yang mendampingi hartawan itu berjalan menghampiri diriku.
Waktu
itu saya sedang kelaparan dan ketakutan, sepasang kaki mulai gemetaran, jantung
berdebar kencang, akhirnya kedua mata terasa gelap dan jatuh tak sadarkan diri.
08.
Setelah siuman, saya
mendapati diriku sedang terbaring di tepi sebuah sungai, pasang surut air
sungai tiada henti menjernihkan pikiranku, tidak sedikit air sungai yang telah
mengisi mulutku. Sambil terbatuk-batuk, saya berusaha bangkit berdiri, barulah
melihat ada dua orang pelayan yang sedang mengamati diriku.
“Hei lihatlah orang
ini, kondisinya sungguh memprihatinkan, tampaknya pelayan yang baru masuk ya?”
“Tentu saja,
tampaknya dia belum tahu siapa majikan kita sebenarnya”.
“Betul, kalau sejak
awal dia mengetahuinya, kondisinya pasti takkan separah begini”.`
“Betul, kemurahan
hati majikan kita bukan pujian belaka, lihatlah para tunawisma di seluruh
pelosok kota, juga berdatangan ke Keluarga Song mencari kerja, diberi makan dan
tempat tinggal serta gaji dua kali lipat, menurutku mana ada lagi Dermawan yang
serupa dengan majikan kita?”
Sambil berbincang,
mereka beranjak pergi.
09.
“Tunggu
sebentar!”, meskipun waktu itu kepalaku masih terasa pusing, tetapi kalimat “diberi makan dan
tempat tinggal serta gaji dua kali lipat” seperti aliran listrik
yang melintas melewati kepalaku, “Apa benar apa yang kalian katakan tadi?
Apakah saya juga boleh melamar kerja di Keluarga Song?”
Kedua
orang itu saling bertatap mata sejenak, salah satunya tertawa sambil berkata :
“Tentu saja benar! Kalau anda berkenan, sekarang juga kami bawa anda kepada
majikan kami”.
Demikianlah,
dalam keheningan malam, di bawah angkasa bertaburan bintang-bintang, dengan
membawa keinginan menggebu-gebu dan perasaan cemas tak karuan, mengikuti jejak
langkah kedua orang tersebut memasuki sebuah lahan yang penuh keajaiban.
Ibarat
mendayung perahu mengarungi angkasa luar, melewati taburan bintang-bintang dan
benda angkasa lainnya, kisah hidupku mulai memasuki sebuah jalur keajaiban yang
membawa perubahan besar penuh legenda.
10.
Setelah
melewati taman yang luas milik Keluarga Song, tugas yang dilimpahkan padaku
adalah membuang kotoran dan membersihkan kakus, meskipun agak tersiksa, tetapi
tiap hari makan cukup dan tidur tenang, tidak perlu merasa was-was diusir dari
gerbang kota, tidak usah berkelana lagi, dapat hidup menetap pada satu tempat,
hati pun jadi tenang. Sepanjang hidupku, saya tidak pernah merasakan
kebahagiaan hidup seperti sekarang ini.
11.
Setiap hari saya
bekerja dengan tekun, tanpa beban pikiran; satu-satunya yang membuatku merasa
tidak nyaman adalah, saya selalu merasa ada sepasang mata yang sepanjang hari,
secara diam-diam mengawasi diriku, mungkin takut kalau-kalau saya panjang
tangan.
12.
Setelah melewati
satu kurun waktu, ada lagi pelayan baru yang masuk, yakni seorang lansia yang
rambutnya telah memutih, wajahnya ramah, tampaknya tidak asing, mungkin
sebelumnya kami sudah pernah bersua di kolong jembatan kota lainnya.
Dia ditugaskan di
bagian yang sama dengan diriku yakni mencuci kakus, makanya setiap hari kami
makan dan tinggal bersama, melewati hari demi hari dalam kebersamaan. Mungkin
karena sudah punya teman, bayangan orang yang mengawasi diriku tidak tampak
lagi.
13.
Lansia ini orangnya
baik sekali, menjaga dan memberi perhatian pada diriku, selalu bertanya padaku,
apakah kamu merasa kedinginan atau kepanasan, menemaniku bercengkerama,
menanyakan tentang kehidupanku di masa silam yang mengembara, mengajarkan
padaku banyak kebenaran tentang kehidupan ini, memberitahukan padaku budaya dan
tradisi masing-masing negara, ketika ada waktu luang, beliau akan mengajakku
jalan-jalan keluar. Lama kelamaan saya semakin bersemangat dalam mengarungi kehidupan
ini.
14.
Waktu berlalu
dengan sangat cepat, tak terasa setahun telah berlalu. Suatu hari, lansia itu
mengenakan satu setel pakaian yang terbuat dari bahan sutera mahal dengan pola
berwarna, muncul di hadapanku, wajahnya memancarkan keluar senyuman ramah,
menepuk-nepuk bahuku sambil berkata : “Anak muda, kukatakan terus terang, sesungguhnya
saya adalah kepala Keluarga Song, sejak pertama kali kita bersua, saya sudah
merasa sangat berjodoh denganmu, suka berada bersama denganmu”.
Mendengar ucapan
lansia itu, saya hanya bisa tercengang dan berdiri bengong di sana, diam seribu
bahasa. Setelah menghela nafas panjang, lansia itu melanjutkan perkataannya :
“Ai! Sepanjang hidupku tidak memiliki putra maupun putri, sekarang usiaku sudah
lanjut, banyak urusan yang tidak sanggup saya tangani lagi, alangkah bagusnya
bila saya mempunyai seorang putra! Saya lihat kamu begitu tekun bekerja, lagi
pula kita sangat berjodoh, bagaimana kalau kamu jadi anak angkatku saja”.
15.
Saat itu beragam
perasaan berkecamuk di dalam hatiku, terkejut juga bercampur bahagia, cepat-cepat
menganggukkan kepala tanda setuju. Kemudian Ayah angkatku memilih sebuah hari
baik, di hadapan seluruh anggota Keluarga Song, mengumumkan secara resmi
mengangkatku jadi putranya, bahkan juga memberi nama baru padaku, yakni Song
Ni-la.
16.
Sejak itu beliau
mengajarkan padaku bagaimana cara memimpin dan mengelola usaha keluarga,
bagaimana cara berbisnis dan berinteraksi dengan orang lain. Tidak lama
kemudian, beliau menyerahkan seluruh kepengurusan rumah tangga kepadaku.
17.
Ayah angkat begitu
memandang berat padaku, dalam hatiku saya bertekad membalas budi kebajikannya, membantu
beliau menangani semua urusan manor dengan jelas dan bertanggung jawab. Makanya
saya mengerahkan segenap daya upaya, alhasil beberapa tahun kemudian, usaha
keluarga mengalami kemajuan pesat, setiap hari meraup keuntungan berlimpah buat
Ayah angkat, sedangkan saya masih tetap mengambil gaji yang layak buat diri
sendiri.
18.
Tiba-tiba pada
suatu hari, Ayah angkat mengutusku menyebarkan undangan kepada para bangsawan
dan tokoh-tokoh penting di seluruh pelosok negeri, mengundang mereka datang dan
berkumpul di manor Keluarga Song.
Setelah meneguk
tiga cangkir arak, Ayah angkat berdiri dan berkata : “Hari ini saya mengundang
hadirin datang kemari, tujuannya adalah untuk mengumumkan sebuah hal yang
sangat penting, sebelumnya izinkan saya menceritakan sepenggal kisah masa
silamku.........”
19.
“Semasa kecilku,
keluargaku sangat miskin, usia 12 tahun sudah bekerja mencari nafkah, melewati
cobaan hidup yang sulit dibayangkan orang lain, akhirnya dengan mengandalkan
kebijaksanaan dan ketekunan, saya berhasil menjadi mendirikan perusahaan dan membangun
keluarga”.
20.
“Namun di dunia ini
tidak hal yang sempurna, setelah menikah tidak dikaruniai buah hati, sampai
usiaku mencapai 40 tahun, akhirnya saya memiliki seorang bayi laki-laki yang
lucu, sejak itu siang malam saya berusaha melindunginya, bermain dengannya
dengan gembira”.
Pengalaman mukjizat seorang anak pengemis Bgn 2
Judul asli :
丐帮弟子奇遇记 | 念佛漫画
Pengalaman mukjizat seorang anak pengemis Bgn 2
Judul asli :
丐帮弟子奇遇记 | 念佛漫画