Kisah Wanita Penyembelih
(Bagian 1)
1. Di Dusun Lianzhou yang tidak jauh dari Vihara
Hongyuan, terdapat seorang wanita yang bernama Zhang Lian-di, perawakannya
tinggi besar dan kuat, karakternya kasar, galak, tidak menuruti aturan, suka
mencuri, seluruh warga dusun sangat takut padanya.
2. Dia mencari nafkah dengan menjagal babi, babi
yang seberat 200 kati dapat diangkatnya sendirian, semua orang menjulukinya “Penjagal
babi profesional“.
3. Ada orang berhati baik yang menasehatinya supaya
jangan menyembelih babi lagi, harus yakin pada Hukum Karma yang dibabarkan
Buddha Sakyamuni, Zhang Lian-di akan berpura-pura tidak mendengarnya, bahkan membalas
dengan sindiran pedas.
4. Suatu hari terjadi perubahan mendadak, matahari
terbit dari sebelah barat, Zhang Lian-di menginjakkan kakinya ke Vihara
Hongyuan, memohon pada Venerable Jingzong untuk memberi Visudhi Trisarana
kepada dirinya.
5. Ternyata belakangan ini dia mengidap penyakit
aneh, sekujur tubuhnya membengkak, tidak bersemangat dan letih, kejayaan masa
lalu sudah memudar.
6. Pihak rumah sakit menyatakan menyerah, tidak
sanggup mengobati penyakitnya, berdoa minta kesembuhan di kelenteng juga tidak
tampak khasiatnya, akhirnya hanya bisa menaklukkan gengsi, datang ke Vihara
Hongyuan.
7. Venerable Jingzong memberinya Visudhi Trisarana,
memberitahunya bahwa ini adalah penyakit rintangan karma, hanya bisa
mengandalkan Buddha Dharma untuk memperoleh kesembuhan, lalu menceramahkan
padanya tentang manfaat dari melafal Amituofo, lalu memberinya pula sebuah
plakat kecil yang bertuliskan “Namo Amituofo”,
berpesan padanya supaya mengalungkannya di leher, juga memberinya
seuntai tasbih, berpesan padanya supaya rajin melafal Amituofo.
8. Setelah satu kurun waktu berlalu, sekitar Hari
Cheng Beng, Zhang Lian-di melihat setan gentayangan di siang bolong, yang
datang menagih hutang nyawa padanya!
9. Hari ini dia sedang duduk-duduk di rumahnya,
melihat ada tiga setan yang masuk ke dalam rumahnya, satu setan tua dan dua
setan kecil, mengenakan pakaian hitam.
10. Setelah memasuki rumah Zhang Lian-di, ketiga
setan itu segera berbagi tugas, satu setan kecil mengeluarkan rantai besi, satu
setan kecil lainnya segera menuang sup ke dalam mangkok, mereka hendak memborgol
Zhang Lian-di lalu memaksanya minum sup tersebut.
11. Biasanya setan-setan itu selalu lancar dalam
menjalankan tugasnya, tetapi entah kenapa kali ini terhadap buronannya si Zhang
Lian-di, mau dirantai tangannya saja tidak bisa, setiap kali hendak diborgol,
kalung plakat “Namo Amituofo” yang dikenakan Zhang Lian-di segera memancarkan
sinar terang, sehingga rantai besi jadi terlepas.
12. Setan tua yang berada di samping melihat rantai
tidak bisa memborgol tangan Zhang Lian-di, maka itu menyuruh setan kecil ganti
memborgol kakinya, oleh karena kakinya tidak mengenakan kalung plakat.
13. Zhang Lian-di melihat setan kecil hendak
merantai kakinya, cepat-cepat menggunakan tasbih di tangannya untuk menahan
rantai tersebut, saat itu tasbih juga memancarkan cahaya cemerlang, sehingga
rantainya terlepas lagi.
14. Setan pembawa rantai tidak berputus asa dalam
menjalankan tugasnya, setiap kali dia berupaya memborgol kaki Zhang Lian-di,
setiap kali pula wanita penyembelih babi ini menggunakan tasbih untuk menahan
rantai tersebut.
Saat ini penyakit Zhang Lian-di kian parah, sambil
memuntahkan darah keluar, sambil melawan setan kecil, kadang kala dia terlambat
menggunakan tasbih menahan rantai besi, sehingga rantai besi sempat memukuli
kakinya dan meninggalkan bekas garis hitam.
15. Untunglah pada akhirnya, ketiga setan itu
merasa tak berdaya menghadapinya, lalu beranjak pergi.
16. Sejak itu Zhang Lian-di mulai memperbanyak
jumlah lafalan Amituofo, namun dia tetap berharap penyakitnya bisa sembuh, tak
pernah terpikir olehnya untuk terlahir ke Alam Sukhavati.
17. Setelah satu kurun waktu berlalu, Zhang Lian-di
melihat setan lagi, bahkan kali ini jumlahnya lebih banyak lagi.
18. Hari ini Zhang Lian-di terbaring tak berdaya,
dia merasa ajalnya sudah kian dekat, lalu mengundang Bhiksu datang membantunya
melafal Amituofo.
19. Sesampainya di rumah Zhang Lian-di, para Bhiksu
membagi jadi 2 grup yang saling bergantian melafal Amituofo. Setelah melafal
Amituofo beberapa saat kemudian, Zhang Lian-di merasa kondisinya membaik.
20. Ketika giliran grup ke-2 melafal Amituofo, baru
saja hendak memulai, mendadak Zhang Lian-di merasa tidak nyaman. Dia berlutut
di atas kasurnya, tangan yang satu mencengkam dahinya, satu tangannya lagi
menggaruk-garuk puncak kepalanya, suaranya melafal Amituofo kian cepat, sampai-sampai
para Bhiksu juga ikut mempercepat lafalan Amituofo.
Bersambung ke bagian 2...........