Rabu, 20 Maret 2019

42. Melafal Amituofo memancarkan cahaya, setan kehilangan kesaktiannya

Melafal Amituofo memancarkan cahaya, setan kehilangan kesaktiannya

 
 

01.
Sepuluh tahun yang silam, saya mengambil Visudhi Trisarana dan menjadi seorang praktisi pelafal Amituofo, mengetahui keunggulan penyelamatan dari Buddha Amitabha, setiap hari pagi dan sore saya memiliki jadwal tetap untuk melafal Amituofo, dalam aktivitas keseharian, baik dalam bekerja, menyetir, menjaga cucu, menyelesaikan tugas rumah, juga dilakukan sambil melafal Amituofo, demikian pula saat kegiatan outdoor mendaki gunung juga dilakukan sambil melafal Amituofo.



 

02.
Pada Maret 2014, suatu pagi, saya sedang mendaki gunung di sekitar New Taipei City, pukul 9.30 siang, saya mulai menuruni gunung, ketika tiba di lapangan parkir di bawah deretan anak tangga menuju ke sebuah kelenteng (kelentengnya terletak di atas, jadi untuk menuju ke atas harus melewati deretan anak tangga yang panjang), kebetulan bertemu dengan 2-3 barisan arak-arakan orang sembahyang.



 

03.
Mereka berbaris di lapangan parkir, hendak menaiki anak tangga menuju ke atas untuk membakar dupa. Oleh karena lahan parkirnya kecil, mobilku pun tertahan di sana, dalam hatiku berpikir, lebih baik menunggu mereka masuk ke dalam vihara dulu, barulah saya melanjutkan perjalananku, sambil menunggu sambil melafal Amituofo.



 

04.
Siapa yang menduga sudah menanti hingga pukul 10.30, barisan masih juga belum tampak bergerak, setiap barisan dipimpin oleh “Medium Roh (orang yang bisa kesurupan)”, mereka beraksi sambil bersiap-siap dirasuki setan, barisan lainnya mulai bergabung, memukul gong dan petasan, suaranya berisik sekali, kini lahan parkir benar-benar sesak dan tidak bisa dilewati lagi.



 

05.
Oleh karena siang hari nanti, saya harus menghadiri pesta pernikahan putra sahabatku, semakin cemas semakin cepat pula saya melafal Amituofo, berdoa semoga barisan ini cepat membubarkan diri; selain itu saya juga mencari pihak penyelenggara supaya menyediakan sebuah jalur yang bisa dilewati mobil, tetapi jawabannya malah mengecewakan : “Malaikat-nya belum datang, lagi pula umat pun sudah banyak yang berlutut di sana, jadi Anda bersabarlah menanti, kalau memang tidak ada pilihan lagi, barulah suruh mereka buka jalan”.



 

06.
Kemudian terdengar suara percakapan anggota barisan lainnya : “Aneh, kenapa sampai sekarang Medium Roh masih juga belum bisa kesurupan yah? Biasanya tidak begini”.



 

07.
Sampai pukul 11.30 siang, barisan masih juga belum bergerak maju-maju, saya terpaksa tebalkan muka, pergi bertemu dengan pihak penyelenggara, barulah mereka mau membukakan jalan, dan mobil saya berhasil melewatinya.



 

08.
Usai itu saya menoleh ke arah belakang, melihat si Medium Roh baru berhasil kesurupan, memimpin barisannya menaiki anak tangga setinggi gedung lima tingkat.



 

09.
Sebulan kemudian, saya kembali ke sana untuk mendaki gunung lagi. Pihak penyelenggara berkata padaku : “Aneh sekali, tempo hari setelah anda beranjak pergi, si Medium Roh baru bisa kesurupan, biasanya tidak begitu”.



 

10.
Dia berkata lagi : “Si Medium Roh bilang, ada seberkas cahaya yang menghalangi di hadapannya, sehingga setan dan malaikat tidak berdaya merasuki tubuhnya”.

Dia bertanya padaku : “Hari itu, orang pertama yang beranjak pergi adalah dirimu, apakah anda ada membawa jimat atau sejenisnya?”



 

11.
Saya menjawab : “Ya saya memang membawa jimat yang sakti dan super ampuh, yakni gantungan tas berukiran aksara “Namo Amituofo”.

Dia bertanya lagi : “Jadi anda ini belajar ilmu sakti aliran mana?”.

Saya menjawab : “Saya belajar ilmu sakti yang bernama melafal Amituofo berkesinambungan”.

Kesaksian dari Upasika Jingxiu, 27 Mei 2014.

Judul asli :