Kisah Master Shandao
Bagian 2
16.
Tetapi, isi
Sutra tidaklah gampang dipahami oleh orang umum, sementara itu metode pelatihan
diri ada 84 ribu banyaknya, harus memulainya dari mana, dan setumpuk persoalan
yang melilit di benak para praktisi.
17.
Ajaran
Buddha setelah masuk ke Tiongkok, melewati waktu berabad-abad, sampai pada
periode Dinasti Sui dan Dinasti Tang, Mazhab Mahayana berkembang menjadi 8
aliran, menawarkan 8 metode pelatihan diri kepada umat Buddha, salah satu
diantaranya adalah Aliran Sukhavati.
18.
Pintu Dharma
Tanah Suci berbeda dengan pintu Dharma lainnya, sejak dulu hingga sekarang
sering kali mengundang salah tafsir, beragam pendapat, tidak ada standar yang
seragam.
19.
Dalam
situasi begini, Master Shandao setelah pulang ke Vihara Wuzhen, menulis karya
berjudul “Guan Jing Si Tie Shu”, yang menjelaskan makna menyeluruh dari tekad
agung Buddha Amitabha, memberikan penjelasan terhadap perbedaan pendapat yang berkaitan
dengan Pintu Dharma Tanah Suci.
20.
Setelah itu,
Master Shandao selama jangka panjang selain menetap di Vihara Wuzhen yang
berada di pinggiran Kota Chang’an, beliau harus sering menuju ke vihara-vihara
di dalam Ibu Kota (Chang’an) untuk memberi ceramah.
Dalam kurun
waktu tiga tahun, Kota Chang’an sudah menjadi Kota Veggie, muncullah pepatah “Tiap
keluarga memuja Buddha Amitabha dan Bodhisattva Avalokitesvara”, Ajaran Buddha
telah melebur dan menyatu ke dalam kehidupan seluruh lapisan masyarakat.
21.
Master
Shandao bukan saja sibuk memberi ceramah di luar, namun terhadap pelatihan diri
sendiri, beliau juga sangat disiplin. Setiap kali memasuki Vihara, beliau akan
beranjali dengan penuh rasa hormat, melakukan namaskara di hadapan rupang Buddha,
dengan segenap hati melafal Amituofo, hingga lelah barulah berhenti.
Master
Shandao setelah mencapai Samadhi Perenungan Buddha barulah kemudian mencapai
Samadhi Pelafalan Amituofo.
22.
Master
Shandao menjalani disiplin sila, takkan melanggarnya sama sekali, tidak pernah
melirik pada kaum hawa.
23.
Meskipun Master
Shandao sibuk memberi ceramah, tetapi beliau tetap mencuci pakaian dan mangkok
makannya sendiri, tidak pernah minta bantuan orang lain.
24.
Master
Shandao tidak pernah bercengkerama atau bercanda dengan orang lain, tidak membicarakan
hal-hal yang tidak berguna, tidak mengerjakan hal-hal yang tidak berguna,
menjauhi ketenaran dan keuntungan, ke mana-mana juga berjalan seorang diri,
takkan sudi didampingi, untuk menghindari perbincangan selama di perjalanan,
sehingga menghalangi kesempatan melafal Amituofo.
25.
Tak peduli
sampai di tempat manapun, asalkan melihat ada bangunan Vihara atau Pagoda yang
rusak, Master Shandao akan mengeluarkan uang untuk mengupah orang
memperbaikinya.
26.
Master
Shandao memiliki gelar “Bhiksu Bercahaya Cemerlang”, oleh karena setiap kali
beliau melafal sepatah Amituofo, dari mulutnya akan muncul seberkas cahaya.
Kaisar Tang
Gaozong setelah mendengar hal ini, menganugerahkan gelar kepada Master Shandao
sebagai “Bhiksu Bercahaya Cemerlang”.
27.
Para Bhiksu
dari seluruh pelosok sangat mengagumi sosok Master Shandao, maka itu
berduyun-duyun datang belajar dan berguru padanya, skala Vihara Wuzhen tak
henti-hentinya bertambah luas, sampai ketika Master Shandao berusia 43 tahun, jumlah
anggota Sangha sudah melampaui seribu orang.
28.
Master
Shandao tidak hanya memiliki pengetahuan mendalam tentang Buddha Dharma, namun
juga memiliki bakat seni yang luar biasa. Pada tahun 672, ketika Master berusia
60 tahun, Kaisar Tang Gao-zong membangun rupang Buddha di Longmen, Master
Shandao bertugas menjadi ketua desainer dan pengawas, sehingga terciptalah
Rupang Buddha Gua Longmen yang tersohor hingga sekarang ini.
29.
Tahun 681,
bulan tiga, Master Shandao sedang berada di Vihara Shiji membimbing para
seniman melukis keindahan Alam Sukhavati, suatu hari beliau mendesak agar para
seniman merampungkan pekerjaan secepat mungkin, menyampaikan pada
murid-muridnya bahwa dalam waktu dekat dia akan terlahir ke Alam Sukhavati.
30. Beberapa
hari kemudian, diiringi suara lafalan Amituofo orang banyak, Master Shandao
meninggal dunia, pulang ke Tanah Suci Sukhavati, usia 69 tahun.
Setelah
Master Shandao wafat, murid-muridnya membangun Vihara yang dinamakan Vihara
Xiangji.
31.
Beberapa
dekade kemudian, ada seorang Bhiksu yang bernama Master Shaokang, yang diberi
gelar “Penerus Shandao”, pernah berkunjung ke Vihara Guangming di Chang’an, dengan
penuh hormat bernamaskara di hadapan lukisan Master Shandao, memohon dapat
bersua dengan Master Shandao.
Ketika
melakukan namaskara, dari lukisan Master Shandao muncul jelmaan Buddha yang
memancarkan cahaya keemasan, tampil di angkasa. Kejadian mukjizat ini dengan
cepat tersebar luas, semua orang mengakui Master Shandao merupakan jelmaan
Buddha Amitabha.
Baca juga :
Judul asli :