Tragedi
Maut di Afrika Selatan
1.
Luo Fo-en adalah penduduk Chengdu (ibukota provinsi Sichuan), dia tinggal bersama
ibundanya, sangat berbakti, Ibu Luo tentu saja sangat menyayangi putranya ini.
Ibu Luo seorang pengikut Buddha, setiap hari menyalakan dupa di hadapan rupang
Buddha, memohon Buddha melindungi pekerjaan putranya lancar, senantiasa berada
dalam kondisi selamat.
2.
Hari ini, Luo Fo-en dengan gembira dan tergesa-gesa pulang ke rumahnya, berkata
pada ibundanya : “Ma, ada kabar gembira, perusahaan akan mengutus personilnya
bekerja ke Afrika Selatan, saya sudah terpilih, lusa sudah harus terbang ke
sana!”. Mendengar ucapan putranya, ibundanya meneteskan air mata.
3.
Luo Fo-en merasa heran dan bertanya : “Mama kenapa menangis? Saya pergi bekerja
ke Afrika Selatan, gaji juga naik berkali-kali lipat, beberapa tahun lagi dapat
membeli rumah baru bertingkat buat Mama. Harusnya Mama merasa gembira!”
Ibu
Luo berkata : “Anak bodoh, apa yang saya inginkan bukanlah rumah baru, tetapi
dapat berada bersamamu! Andaikata tinggal di rumah baru namun tanpa dirimu,
apalah gunanya?”
4.
Meskipun Ibu Luo tidak rela berpisah dengan putranya, namun demi masa depan
buah hatinya itu, akhirnya dengan menahan pedih, dia merestui kepergian
putranya.
Menjelang
keberangkatan putranya, Ibu Luo menyerahkan selembar poster Buddha Amitabha,
lalu berpesan : “Apabila kamu benar-benar berbakti padaku, mulai sekarang
bawalah serta poster Buddha ini bersama dirimu, sedetik pun tidak boleh
terpisah”.
5.
Di Bandara, Ibu Luo memandang pesawat terbang yang membawa putranya, kian lama
kian menjauh, tangannya beranjali sambil berkata : “Buddha Amitabha, saya
serahkan putra kesayanganku padaMu, mohon Buddha melindunginya selamat sampai
di tujuan!”
Sementara
itu di dalam pesawat, Luo Fo-en sedang memandang poster Buddha yang diberikan
ibundanya, sambil berkata dalam hati : “Mama, jangan mencemaskan
diriku............”
6.
Sesampainya di Afrika Selatan, Luo Fo-en langsung menekuni pekerjaannya. Namun
tak peduli siang harinya bagaimanapun sibuk dan letihnya dia bekerja, malam
harinya menjelang tidur, dia akan mengeluarkan poster Buddha, lalu dengan
hormat melafal tiga kali “Namo Amituofo”.
7.
Sesungguhnya, Luo Fo-en tidak meyakini Ajaran Buddha, tetapi anak berbakti ini
sangat menghormati keyakinan ibundanya. Baginya Buddha Amitabha merupakan
jelmaan Mama, oleh karena dengan melihat Buddha, dapat mengobati kerinduannya
pada Mama, melafal Amituofo ibarat sedang berkomunikasi dengan Mama. Maka itu
setiap hari melafal tiga kali “Namo Amituofo”, dia sudah merasa sangat bahagia
dan bersyukur.
8.
Demikianlah, ibu dan anak meskipun terpisah di antara dua benua, namun dengan
meminjam tangan welas asih Buddha Amitabha, merangkaikan dua hati menjadi
kebersamaan. Di bawah lindungan Buddha, setiap saat ibu dan anak merasa
senantiasa berada bersama, bahkan dekat sekali, sama sekali tak pernah
terpisah.
9.
Tanpa terasa Natal telah tiba. Luo Fo-en dan rekan-rekan kerjanya pergi
menikmati liburan. Mereka berjumlah 15 orang, tetapi demi menghemat biaya
perjalanan, mereka menyewa mobil yang hanya dapat memuat 8 orang. Ketika Luo
Fo-en duduk berhimpitan sesak di dalam mobil, dia tidak mampu menahan diri dan
mengeluh dalam hatinya : “Apakah mobil yang kelebihan muatan ini bisa aman
sampai ke tujuan?”
10.
Mobil yang mereka tumpangi memasuki jalan tol dengan kecepatan tinggi,
rekan-rekannya sedang asyik bercanda, hanya Luo Fo-en sendirian yang membisu.
Di depan mereka adalah jalan
menurun yang curam, mobil melaju
lebih cepat lagi, rekan-rekannya
kegirangan, meneriakkan angka laju kecepatan mobil : “170! 180!……200! 205……”
11.
Tiba-tiba mobil hilang kendali, serupa dengan tong besi yang berguling dengan
kecepatan tinggi menuruni jalanan curam, mobil terus berguling-guling sampai
sejauh 200-300 meter. Dari mobil tak henti terdengar jeritan yang menyayat hati,
sebuah musibah kecelakaan mobil yang begitu tragis!
12.
Beberapa saat kemudian, mobil Ambulans dan mobil polisi tiba di lokasi
kejadian, menemukan mobil penumpang menderita kerusakan parah, di dalamnya
tiada tanda kehidupan, seluruh penumpang dinyatakan tewas. Polisi mengevakuasi
satu persatu jenazah para korban. Kerumunan orang yang melihat kejadian tragis
tersebut tidak mampu membendung air mata mereka.
13.
Tiba-tiba ada seorang polisi berteriak : “Masih ada satu orang yang hidup!”.
Tampak salah satu korban perlahan mencoba duduk di atas tandu, dia adalah Luo
Fo-en! Dia tidak menderita luka sama sekali, hanya di bagian keningnya terdapat
luka memar. Orang-orang yang berada di dalam kerumunan, tercengang bercampur
haru menyaksikan peristiwa tersebut.
14.
Polisi segera menanyakan rangkaian peristiwa secara terperinci kepada Luo
Fo-en, dia menjawab : “Ketika kecelakaan terjadi, saya tidak sempat berpikir
apa-apa, hanya berteriak “Mama!”. Pada detik inilah di hadapanku muncul
seberkas cahaya keemasan, mendekap diriku, serupa dengan Mama yang memeluk
anaknya, saya jadi tidak merasa takut........kemudian, saya tak sadarkan diri,
ketika siuman, saya melihat kalian”.
15.
Ada orang yang bertanya : “Cahaya keemasan tersebut muncul dari mana?”. Luo
Fo-en mengingat-ingat kejadian tadi, tiba-tiba dia menyadarinya, mengeluarkan selembar
poster Buddha, lalu berkata : “Ibundaku adalah pengikut Buddha, setiap hari
melafal Amituofo buat diriku. Mama berpesan asalkan saya membawa serta poster
Buddha bersama diriku setiap saatnya, Buddha Amitabha pasti akan melindungi
diriku senantiasa selamat! Ternyata ucapan Mama benar adanya, cahaya keemasan
tersebut pasti adalah Buddha Amitabha! Buddha Amitabha telah menyelamatkan
diriku!”
16. “Luo
Fo-en berhasil selamat dari kecelakaan mobil berkat poster Buddha yang menyertainya”,
berita ini dengan cepat menyebar di kalangan masyarakat Tionghoa di Afrika
Selatan, dalam waktu sekejab, poster Buddha menjadi kado paling favorit, semua
orang meneladani Luo Fo-en, ke mana-mana harus membawa serta poster Buddha,
untuk melindungi diri sendiri dan keluarga agar senantiasa berada dalam kondisi
selamat, segala hal berjalan tanpa rintangan.
17.
Setiap insan mempunyai ayahbunda masing-masing, melafal Amituofo buat Papa dan
Mama, merupakan bakti yang paling besar. Setiap insan mempunyai Ayahbunda yang
sama, yakni Buddha Amitabha.
Semoga
kita semuanya dapat melafal “Namo Amituofo”, saat kehidupan ini berakhir,
bersama-sama pulang ke kampung halaman Alam Sukhavati, berkumpul kembali
bersama Buddha Amitabha dan seluruh kerabat kita, takkan berpisah lagi!
Video
:
【念佛漫画】南非惊魂记
P1:罗佛恩是成都人,他平时和母亲住在一起,对母亲非常孝顺,而罗母更对他疼爱有加。罗母信佛,每天都会在佛像前点一炷香,请佛保佑儿子工作顺利,出入平安。
P2:这天,罗佛恩兴冲冲地跑回家中,对罗母说:“妈,告诉你一个好消息,公司要派员工去南非工作,我已经被选上了,后天就要坐飞机出发啦!”罗母一听,眼泪立刻落了下来。
P3:罗佛恩奇怪地问:“妈,你为什么哭啊?我去南非工作,薪水比原来多了好几倍,过几年就能给你买新楼房住了。你该高兴才对啊!”罗母说:“傻孩子,我真正想要的不是新房子,而是和你在一起啊!如果新房子里没有你,我一个人住着又有什么意思呢?”
P4:尽管罗母非常舍不得与儿子分离,但为了儿子的前途着想,只好忍痛答应了。罗佛恩临上飞机那天,罗母交给他一张印有“南无阿弥陀佛”的佛卡,说:“你如果真的孝顺我,从现在开始,就把这张佛卡带在身边,一刻也不要离开。”
P5:罗母在机场,仰头望着飞机越飞越高,双手合什,说:“阿弥陀佛,我把最心爱的儿子交给您了,请您保佑他一路平安!”
而罗佛恩坐在飞机上,抚摸着母亲送给他的佛卡,若有所思地默念着:“妈,你放心吧……”
P6:到了南非后,罗佛恩立刻投入繁忙的工作中。不过,无论他白天多忙多累,晚上睡觉之前,一定会将皮夹中的佛卡放在床头的小箱子上,恭恭敬敬地念三声“南无阿弥陀佛”
P7:其实,罗佛恩并不信佛,但是他很尊重母亲的信仰。对他而言,阿弥陀佛就是母亲的化身,看到佛就等于看到了母亲,念佛就等于在和母亲说话。只要每天念三声佛,他就觉得很幸福、很满足。
P8:就这样,母子二人虽然分隔两地,却借由阿弥陀佛的手,把他们的心紧紧联结在一起。在佛光的守护之中,他们时时刻刻都感到对方就在自己身边,从来没有分开过。
P9:转眼圣诞节到了。罗佛恩与同事们放了假,外出游玩。他们共有十五人,但是为了节约车费,只包了一辆八人座的厢型车。当罗佛恩坐在挤得密不透风的车里时,不禁心中嘀咕:“这样严重超载真的安全吗?”
P10:车子在高速公路上飞快地奔驰着,大家都在谈笑风生,只有罗佛恩沉默不语。前方是一个大下坡,车速变得更快了,大家兴奋地高喊着车速的数字:“170!180!……200!205……”
P11:突然,超载的车子失控了!它轰然翻倒,像一个大铁桶般急速地翻滚下去,一直滚了两三百米远。车里不停发出恐怖的惊叫,一场无比惨痛的车祸发生了!
P12:救护车与警车赶到现场,发现车子已经严重变形损毁,里面悄无声息————车里的人全部死亡了。警察们从车里抬出一具又一具的尸体,很多围观者都流下了眼泪。
P13:突然,有个警察大叫起来:“还有人活着!”只见一个人慢慢地从担架上坐了起来,他正是罗佛恩!他的身体几乎完好无损,只有额头上有几处擦伤。现场所有人都惊呆了。
P14:警察询问罗佛恩车祸的情况,他说:“车祸发生的那一瞬间,我的脑海里一片空白,只来得及叫了声‘妈呀’!就在这时,眼前出现了一道金光,把我完全包住,就像妈妈把我抱在怀里,我竟然一点都不害怕了……然后,我就失去了知觉。当我醒来时,就看见了你们。”
P15:有人问:“那道金光是从哪儿来的呢?”罗佛恩想了想,不禁恍然大悟,从怀中摸出一张佛卡,说:“我妈妈信佛,每天都会为我念佛。她说,只要我出门时带着佛卡,阿弥陀佛一定会保佑我平平安安!原来她说的都是真的,那道金光就是阿弥陀佛!是阿弥陀佛救了我啊!”
P16:罗佛恩“佛卡护身,大难不死”的传奇故事迅速在南非华人中流传开来。一时间,佛卡成了最热门最抢手的礼物,大家都学着罗佛恩的样子,把佛卡带在身上,保佑自己和家人出入平安,事事顺利。
P17:每个人都有各自的父母,如果能为父母念佛,就是为人子女的最大孝顺。每个人都有共同的父母,那就是阿弥陀佛。愿我们都能念“南无阿弥陀佛”,早日返回极乐故乡,与阿弥陀佛和家人们永远团聚,再不分离!