Senin, 04 Juni 2018

23. Kepiawaian Melafal Amituofo

Apa yang dimaksud dengan kepiawaian melafal Amituofo? Sepuluh lafalan pasti terlahir ke Alam Sukhavati!



 

1. Master Yin Guang mempunyai seorang murid awam bernama Wang Hui-chang, saat usia muda menyanjung sains dan militer, saat usia paruh baya barulah mengambil Visudhi Trisarana, memasuki Pintu Buddha.



 

2. Keyakinan hatinya begitu kokoh, beberapa kali dia memohon pada Master Yin Guang untuk menabhiskan dan menerima-nya jadi murid, namun Master menolak permintaan Upasaka Wang, dengan alasan bahwa usia Wang sudah tidak muda lagi, untuk mempelajari isi Tripitaka tentunya tidak sempat lagi, makanya lebih baik melafal Amituofo di rumah.



 

3. Akhirnya Upasaka Wang hanya dapat pulang ke rumah dan melafal Amituofo dengan tekun, bertekad terlahir ke Alam Sukhavati, namun terhadap teori melafal Amituofo terlahir ke Alam Sukhavati, dia tidak terlalu memahaminya.



 

4. Pada musim dingin di suatu tahun, Upasaka Wang mendadak muntah darah, dalam waktu singkat kondisi kesehatannya menurun dan sekarat.



 

5. Kekuatan samadhinya cukup bagus, saat berada di ambang antara hidup dan mati, dia masih dapat mengendalikan diri untuk tidak panik dan tidak takut.



 

6. Namun ada satu hal yang paling disesalinya, yakni merasa kepiawaian-nya dalam melafal Amituofo masih belum bagus.



 

7. Setelah penyakitnya sembuh, dia bersama dengan seorang sahabat Dharma berziarah ke gunung di wilayah Provinsi Zhejiang, dalam perjalanan menuju Zhejiang, mereka singgah di Suzhou untuk mengunjungi Master Yin Guang.



 

8. Upasaka Wang menceritakan tentang bagaimana pemikirannya (masih kurang piawai dalam melafal Amituofo) ketika ajal menghampirinya, tanpa diduga, Master Yin Guang malah dengan suara lantang membentaknya : “Kalau pemikiranmu begini, mustahil dapat terlahir ke Alam Sukhavati! Apa yang dimaksud dengan piawai melafal Amituofo? Yakni sepuluh lafalan pasti terlahir ke Alam Sukhavati!”  



 

9. Ternyata terlahir ke Alam Sukhavati bukanlah mengandalkan kepiawaian diri sendiri dalam melafal Amituofo maupun kekuatan samadhi, tetapi di dalam sepatah Amituofo ini sudah sempurna akan jasa kebajikan terlahir ke Alam Sukhavati mencapai KeBuddhaan. Piawai atau tidaknya kecakapan melafal Amituofo yang dimiliki, tidak ada kaitannya dengan berhasil atau tidaknya seseorang itu terlahir ke Alam Sukhavati.



 

10. Serupa dengan dokter yang membuka resep obat buat pasiennya, asalkan si pasien minum obat sesuai dengan petunjuk dokter, maka penyakitnya bisa sembuh. Sedangkan bagaimana cara dia menelan obat tersebut, apakah dengan mengerutkan alis atau tidak, tidak ada kaitannya dengan kesembuhan penyakit. 



 

11. Bentakan Master Yin Guang ini menghapus rintangan di hati Upasaka Wang, rintangan yang diciptakan oleh dirinya sendiri, sejak itu dengan segenap hati dia mengandalkan sepenuhnya kekuatan Buddha Amitabha, membangkitkan keyakinan hati yang pasti terlahir ke Alam Sukhavati.

Naskah Mandarin :
http://xiyuee.blogspot.com/ 

22. Tukang Tambal Kuali Guo Lou-jiang



Tukang Tambal Kuali Guo Lou-jiang



 

1. Master Tanxu pernah menceritakan sebuah kisah sebagai berikut, pada periode pemerintahan Tiongkok Nasionalis (1912-1945), Master Dixian pernah tinggal selama bertahun-tahun di Vihara Gunung Emas di Zhenjiang (Provinsi Jiangsu). Suatu hari, sahabat sekampungnya datang mengunjunginya, yang juga merupakan teman bermain saat kanak-kanak. Orang ini berprofesi sebagai tukang tambal kuali atau “Guo Lou-jiang”, yakni yang menambal piring, mangkok dan peralatan dapur Tiongkok tempo dulu.   



 

2. Guo Lou-jiang mengutarakan niatnya menjadi Bhiksu, berguru pada Master Dixian. Master Dixian berkata : “Duh, kamu mana bisa! Usiamu sudah segini! Sudah 40 sekian tahun, tidak pernah sekolah, mau belajar ajaran sutra juga sudah sulit; menjalani pertapaan juga sudah tidak sanggup lagi. Kalau kamu jadi Bhiksu, bukankah namanya cari masalah sendiri, bukan?”

Walaupun sudah dinasehati berulang kali, tapi Guo Lou-jiang tetap bersikukuh pada pendiriannya. Akhirnya Master Dixian dengan terpaksa berkata : “Kalau kamu bersikeras jadi Bhiksu, maka harus patuh pada ucapanku, barulah saya mau menerimamu jadi murid”.



 

3. Guo Lou-jiang langsung menyetujuinya, kemudian Master Dixian melanjutkan perkataannya : “Setelah ditabhiskan, kamu tidak perlu mengikuti Upacara Pengambilan Sila (Upasampada), saya akan carikan sebuah Cetiya, kamu tidak boleh keluar dari Cetiya, setiap hari melafal Amituofo dengan setulusnya. Saya juga akan carikan beberapa orang donatur untuk mendukungmu, memberi persembahan makanan buat dirimu”.



 

4. Master Dixian mencarikan sebuah Cetiya di Ningbo (Provinsi Zhejiang) buat Guo Lou-jiang, berpesan padanya supaya menetap di dalam Cetiya dan hanya melafal sepatah Namo Amituofo saja. Kalau sudah capek maka beristirahat, selesai istirahat lanjutkan lagi melafal, siang malam melafal berkesinambungan tak terputus, setiap hari ada seorang Nenek yang akan datang menyiapkan hidangan buatnya.



 

5. Guo Lou-jiang begitu patuh pada kata gurunya, apa yang dikatakan Master Dixian, dia jalani sebagaimana mestinya, dalam hati kecilnya, dia begitu yakin bahwa gurunya telah memilih metode terbaik buat pelatihan dirinya. Namun dia tidak tahu manfaat apa yang akan dipetiknya kelak!  

Guo Lou-jiang waktu dulu berprofesi sebagai tukang tambal kuali, memikul beban berat, sepasang kakinya kuat, maka itu dia melafal Amituofo sambil berjalan mengelilingi ruang kebaktian (pradaksina), setelah capek barulah duduk sambil melafal Amituofo, demikianlah dia melafal Amituofo hingga 3 atau 4 tahun lamanya, tidak pernah melangkah keluar dari Cetiya.    



 

6. Suatu hari Guo Lou-jiang memberitahu Nyonya tua yang sehari-hari bertugas memasak buatnya : “Besok Anda tidak perlu datang memasak, saya tidak makan siang lagi”.  Lalu dia juga berkata bahwa di daerah setempat ada dua orang famili dan sahabatnya, dia hendak mengunjungi mereka.

Setelah pulang ke Cetiya, dia berpesan lagi pada Nyonya tua : “Besok pagi Anda tidak perlu datang memasak lagi”.  Nyonya tua berpikir mungkin tadi Guo Lou-jiang mengunjungi famili dan sahabatnya, esoknya ada yang mengundangnya makan.



 

7. Hari berikutnya, Nyonya tua teringat akan Guo Lou-jiang, ketika waktu makan tiba, dia pergi ke Cetiya untuk melihat apakah Guo Lou-jiang sudah pulang belum. Sampai di depan pintu, Nyonya tua berkata : “Guru sudah pulang dari undangan makan ya?”. Tetapi tidak ada jawaban dari dalam Cetiya. Akhirnya Nyonya tua masuk ke dalam dan melihat Guo Lou-jiang berdiri di samping tempat tidurnya, wajahnya menghadap keluar jendela, tangannya menggenggam tasbih.

Nyonya tua keheranan kenapa Guo Lou-jiang diam terus, tidak menjawab pertanyaannya. Ketika dilihat lebih seksama, ternyata beliau telah meninggal dunia dengan posisi berdiri! Nyonya tua kaget sekali, dia segera memberitahu para tetangga : “Guru meninggal dunia dengan posisi berdiri!”. Warga sekitar pun berbondong-bondong datang menyaksikan.



 

8. Mereka melihat sepasang tangan Guo Lou-jiang, satunya memegang tasbih, satunya lagi mengepal menggenggam sesuatu, ketika dibuka, ternyata di dalamnya adalah uang sejumlah 8-9 dolar. Ini adalah seluruh tabungannya selama menjadi tukang tambal kuali. Dia khawatir setelah wafat tidak ada yang tahu uang simpanannya, makanya dia taruh di genggaman tangannya, berdiri melafal Amituofo terlahir ke Alam Sukhavati. Dia sengaja menyiapkan uang tersebut, supaya orang lain yang menemukannya lebih mudah menangani urusan kematiannya.



 

9. Kemudian, ada orang yang mengirim surat kepada Master Dixian : “Murid Anda meninggal dunia dengan posisi berdiri!”. Master Dixian segera menaiki perahu dan tiba pada hari kedua.

Melihat jasad muridnya sudah berdiri selama 2-3 hari di sana, Master Dixian segera mengurus upacara perkabungan. Master Dixian berkata : “Hebat! Tidak sia-sia kamu meninggalkan keduniawian, bahkan lebih hebat dibandingkan dengan ketua vihara, pencapaian serupa dirimu ini, tidak banyak dijumpai!”



 

10. Setelah menyelesaikan ceritanya, Master Tanxu berkata : “Seorang pekerja kasar seperti Guo Lou-jiang melafal Amituofo hanya dalam kurun waktu 3-4 tahun saja, berdiri dan pergi begitu leluasanya. Saya dengar kisah ini dari Master Dixian sebanyak dua kali, ini merupakan kejadian nyata. Praktisi sekalian hendaknya menyadari bahwa metode melafal Amituofo jauh melampaui segala metode lainnya, baik itu berupa metode Zen, Tantra dan sebagainya! Metode melafal Amituofo dapat diamalkan oleh semua orang, juga tidak perlu harus memahami ajaran sutra. Asalkan bersedia melafal Amituofo, tidak ragu, tidak bercabang (terfokus), tidak terputus, maka siapapun dapat terlahir di Negeri Buddha Amitabha!

Naskah Mandarin :
http://xiyuee.blogspot.com/ 



Sabtu, 02 Juni 2018

21. Lansia yang mengantar pergi putranya

Kesedihan Lansia yang mengantar kepergian putranya, kemudian melafal Amituofo terlahir ke Alam Sukhavati.  
 


 

1. Pada masa pemerintahan Tiongkok Nasionalis (1912-1949) di Kabupaten Xingguo, Provinsi Jiangxi, terdapat seorang lansia yang bernama Lai Xiang-lin, sifatnya lugu dan bersahaja, sepanjang hidup bertani, dalam keseharian suka minum sedikit arak, sekeluarga melewati kehidupan yang sederhana dan tidak susah.



 

2. Namun takdir berkata lain, ketika Lai Xiang-lin berusia 60 sekian tahun, putranya meninggal dunia, lansia terpaksa harus menjaga dan menghidupi menantu dan cucunya.



 

3. Setelah mengalami siksaan insan berambut putih mengantar kepergian orang berambut hitam, Lai Xiang-lin menyadari bahwa kehidupan manusia diliputi dukkha, maka itu dia bertekad mencari jalan pembebasan.

Cucunya yang bernama Lai Chan-rong menjelaskan padanya tentang keindahan Alam Sukhavati, sejak itu, Lai Xiang-lin mulai bervegetarian melafal Amituofo, membulatkan tekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.



 

4. Selanjutnya dia juga tidak minum arak lagi, saat permulaan dia merasa kedua tangan dan kedua kakinya lemas, namun lama kelamaan dia merasa bersemangat dan nyaman, bercocok tanam juga tidak merasa lelah lagi, sambil berladang sambil melafal Amituofo berkesinambungan tak terputus.



 

5. Lama kelamaan, para tetangganya ketika berjumpa juga menyapanya dengan ucapan “Amituofo”, Lai Xiang-lin juga membalas sapaan mereka dengan mengucapkan “Amituofo”.



 

6. Pada bulan Agustus 1929, Lai Xiang-lin telah berusia 70 tahun, suatu hari kakinya agak membengkak, sehingga tidak leluasa bergerak. Dia tahu bahwa ajalnya sudah tiba, lalu menyuruh anak cucunya menghadap arah barat dan menyalakan dupa, lalu berkata : “Tanah Suci Sukhavati sangatlah bagus, lihatlah kuntum-kuntum Bunga Teratai bermekaran, hari ini saya akan terlahir ke Alam Sukhavati!”



 

7. Cucunya bertanya : “Kaki Kakek sudah membengkak, bagaimana bisa pergi ke sana?”
Lai Xiang-lin menjawab : “Bukan tubuh kasar yang ke sana, namun hati kita yang menuju ke sana”.



 

8. Usai itu, Lai Xiang-lin duduk bersila menghadap ke arah barat dan melafal Amituofo, cucunya menyalakan dupa. Pada saat cucunya sedang menyalakan dupa, dibawah iringan suara lafalan Amituofo, Lai Xiang-lin meninggal dunia, mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati.



 



念佛漫画丨六十老翁亲儿逝 劳作念佛莲花迎

1.民国时候的江西兴国县,有一位叫做赖祥麟的老人,生性纯朴,一生务农,平日喜欢喝点小酒,一家人过着平淡安稳的日子

2.谁知天有不测风云,在他六十多岁的时候,儿子竟是不幸离世,老人只好一人带着儿媳妇和孙子过活

3.经历了白发人送黑发人的伤痛后,老人深感人生是苦,切求出离解脱之道。侄孙赖禅融为他讲解了极乐世界的美好,从此之后,老人就吃斋念佛,一心一意求生极乐净土

4.随后老人把酒也戒了,初时感觉四肢乏力,但到后来只觉神清气爽,每日田间劳作时更有劲了,嘴里的佛号也是一直未断

5.时间长了,邻居们见到他便都以阿弥陀佛打招呼,老人也以阿弥陀佛作为回应

6.19298月间,老人已是七十高寿了,有一天脚稍微有点发肿,行动不便。
老人自知时候已到,便让孙子向西燃香上供,并对他说:西方净土特别好,你看有许许多多的莲花,我今天就要去极乐世界了!

7.孙子问:爷爷您脚肿了,怎么去呀?老人回:不是身体去,是心去。

8.说完后老人盘坐着面向西念佛,孙子去上香。就在孙子上香的时候,老人便在念佛声中坐化,随佛往生到了极乐世界